Ayat : Matius 1:18-25
Pernikahan Anda dengan tunangan Anda sudah dekat. Anda berdua saling mencintai dan menjaga diri sampai pernikahan terjalin secara sah. Namun, tiba-tiba tunangan Anda mengaku hamil ... dan bukan karena Anda. Itulah tamparan yang dialami Yusuf. Berdasar apa yang diketahuinya, ia berhak mempersoalkan ketidaksetiaan itu sampai masyarakat mengetahuinya. Namun, ia memilih tidak mempermalukan Maria. Ia mengambil jalan sulit: hendak menceraikannya diam-diam agar gadis itu tak menanggung aib. Sikap itu juga memperlihatkan bahwa ia rela dianggap turut bersalah dalam perkara itu.
Kita tak tahu persis apa yang bergejolak di hati Yusuf. Kita maklum jika darahnya mendidih mendengar pengakuan Maria. Namun, setelah amarahnya surut, mungkin ia tercenung, sadar bahwa tak seorang pun bebas dari kesalahan. Mungkin ia terkenang riwayat leluhurnya yang tak luput dari berbagai peristiwa memalukan (Matius 1:1-17). Atau, mungkin terlintas dalam hatinya, perkataan yang kelak diucapkan Anak dalam kandungan itu: "Siapa saja di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (Yohanes 8:7).
Matius mencatat Yusuf sebagai orang yang tulus hati. Dalam terjemahan lain: orang mursyid; orang benar; orang saleh. Ia benar, justru karena tidak membenarkan diri dan mempertahankan haknya. Ia benar, dan karenanya menunjukkan belas kasihan. Alih-alih mempermalukan, ia mengejar pemulihan. Dalam kasus Maria, "pelanggaran" yang terjadi bukanlah kesalahannya. Namun, andaikata kita diperhadapkan pada orang lain yang melakukan pelanggaran, siapakah di antara kita yang bersedia mengikuti jejak Yusuf?
God Bless ^^