Ayat : 2 Tawarikh 30:1-31:1
Tindakan pertobatan dimulai dengan kesadaran bahwa suatu kesalahan telah diperbuat. Oleh karena itu perlu ada pengampunan, yang harus diiringi dengan tindakan berbalik dari kesalahan yang telah dilakukan itu.
Hizkia paham benar bahwa pendahulunya telah melaku-kan perbuatan yang membangkitkan murka Tuhan atas bangsa itu (7). Murka yang bisa disurutkan dengan merendahkan diri untuk datang kepada Allah dan memohon pengampunan. Itulah tindakan rekonsiliasi. Oleh karena itu Hizkia menghimbau rakyat untuk datang kepada Tuhan (8-9). Sebagian besar rakyat, yang menyadari maksud Hizkia, memberikan respons positif (11-13). Namun ada juga yang tidak menghiraukan himbauan itu (10). Mungkin karena mereka sudah tak memiliki iman serta pengharapan kepada Tuhan.
Menurut Taurat Musa, orang yang mau datang kepada Tuhan harus melalui ritual pengudusan, agar ia dianggap layak. Namun pada saat itu banyak orang yang datang kepada Tuhan tanpa melalui proses pengudusan tersebut (15-18). Entah karena mereka sudah lupa pada hukum Musa atau karena begitu tergesa hingga tidak sempat lagi untuk melakukan ritual pengudusan. Hizkia yang melihat ketulusan hati mereka, kemudian bertindak sebagai pengantara, dan meminta agar Tuhan melayakkan mereka dan melihat kesungguhan mereka (18-19). Tuhan rupanya berkenan atas hati mereka sehingga walau mereka datang kepada Tuhan dalam ketidaklayakan menurut hukum Musa, Dia tetap menerima pertobatan mereka (15-20). Bagi Tuhan, sikap hati lebih penting ketimbang kekudusan yang diperoleh berdasarkan upacara ritual.
Tuhan memang berkenan atas sikap hati yang memiliki ketulusan dan kesungguhan kepada Allah. Maka segala janji pertobatan tak akan ada gunanya bagi Allah bila semua itu tinggal janji di bibir saja. Jadi bila Tuhan menegur dosa tertentu dalam hidup Anda, jangan hanya terkejut. Lakukan tindakan aktif dan progresif untuk menyatakan pertobatan kita, yaitu dengan menghasilkan buah sesuai pertobatan itu.
Sumber : http://www.sabda.org/publikasi/e-sh/2010/12/01/