Ayat : Ratapan 3:1-20
Saat melihat bagian yang kita baca hari ini, dalam stanza yang masing-masing terdiri dari tiga ayat (1-3, 4-6, dst.; bnd. "Pengantar Kitab Ratapan") kita akan menemukan bahwa dari stanza ke stanza Yeremia membawa kita menghayati pergumulan yang bertubi-tubi, semakin lama semakin memilukan. Diawali dari kesulitan yang dilihat dan dialami secara eksternal (1-3), lalu mulai masuk ke dalam tubuh dan ditambah dengan pembatasan fisik (4-6), hingga isolasi fisik yang semakin meningkat (7-9).
Di ayat 10-12 Tuhan sendiri digambarkan begitu buas dan ganas serta menjadikan Yeremia sebagai mangsanya. Ayat 13-15 membawa Yeremia dari keadaan yang terpuruk dan mengerikan dalam kesendirian sekonyong-konyong juga menjadi tontonan dan ejekan umum; penderitaan fisik dan mentalnya kini ditambah dengan beban sosial pula. Klimaks penderitaan ini digambarkan dengan begitu grafis di ayat 16-18: gigi yang remuk akibat dijejali makan kerikil, kebahagiaan yang tak bisa diingat lagi akibat penderitaan yang sangat berat untuk waktu lama, hingga tampaknya berharap kepada Tuhan pun tak ada gunanya lagi.
Orang yang merasa masa depannya kelam akan terus mengenang keindahan masa lalunya. Orang yang tercambuk dengan kelamnya masa lalu akan memimpikan masa depan yang lebih baik. Namun ketika masa lalu dan masa depan sama kelamnya, maka hidup akan terasa seperti penjara di mana orang bahkan tidak bisa memalingkan muka dari kepedihan hidup. Ya, kata Yeremia, hidup bahkan terasa begitu pahit dan getir seperti empedu dan racun (bnd. ayat 19-20).
Yeremia menempatkan dirinya berempati mewakili bangsa Israel. Ia menunjukkan kepada kita bahwa jika kita hidup di hadapan Tuhan maka kesadaran tentang siapa kita di hadapan Tuhan akan bertumbuh. Tugas selanjutnya adalah menyodorkan kepekaan itu kepada sesama umat Tuhan sehingga mereka pun dapat menghadapi realitas pahit-manis kehidupan dengan jujur di hadapan Tuhan, apa adanya.
God Bless ^^