ShareThis

16 July 2011

TAK AKAN BERKEKURANGAN



Pada 1964, perekonomian Indonesia benar-benar sedang terpuruk. Namun, sepasang suami istri yang tidak berpunya tetap mengulurkan tangan untuk menolong orang yang lebih tidak mampu. Mereka menampung sebuah keluarga untuk tinggal bersama di rumah kontrakan yang sangat sederhana. Akibatnya, mereka sendiri harus tidur berdesak-desakan dengan kesepuluh anak mereka dalam sebuah kamar. Namun, Tuhan tetap memelihara kehidupan mereka. Bahkan kini, berpuluh tahun kemudian, anak-anak mereka telah memiliki kehidupan ekonomi yang jauh lebih baik.

Dalam bacaan hari ini, Tuhan tidak menurunkan hujan ke tanah Israel selama tiga tahun enam bulan. Itu sebabnya air di sungai pun kering. Tak mengherankan jika si janda hanya memiliki sedikit tepung dan minyak untuk ia sendiri dan anaknya. Namun, ketika ia menaati firman Tuhan untuk memberi makanan kepada Nabi Elia, Tuhan tetap memelihara hidup sang janda dan anaknya selama masa kekeringan.

Beberapa di antara kita mungkin berpikir bahwa ia harus menunggu kaya dulu, baru ia akan dapat menolong orang lain. Akan tetapi, kenyataannya orang demikian tidak akan pernah merasa mampu untuk menolong orang lain sebab siapa pun cenderung selalu merasa tidak puas dan berkekurangan. Sebaliknya, hati yang mau memberi dan menolong orang lain, tidak pernah bergantung dari berapa banyak yang dimiliki. Namun, bersumber dari hati yang mengasihi Tuhan. Dan, setiap orang yang suka menolong tak perlu khawatir, sebab Tuhan pasti memelihara hidupnya hingga tidak berkekurangan.

God Bless ^^

YANG KECIL SAJA



Dua orang ibu tinggal di dekat pelabuhan. Setiap pagi mereka menyiapkan minuman hangat untuk para nelayan yang pulang melaut. Sebagai gantinya, mereka akan diberi beberapa ikan hasil tangkapan. Ibu yang pertama selalu berterima kasih setiap kali diberi ikan kecil maupun besar. Lain halnya dengan ibu kedua. Ia selalu panik jika diberi ikan besar. Katanya, "Maaf, bolehkah saya minta yang kecil saja?" Suatu saat, karena bingung melihat kebiasaan temannya itu, ibu pertama bertanya kepada ibu kedua, "Mengapa engkau selalu menolak diberi ikan besar?" Dengan tenang ibu itu menjawab, "Karena saya tak punya wajan yang cukup besar untuk memasaknya." Ibu pertama tak dapat menahan tawanya, "Bukankah engkau bisa memakai pisau dan memotong-motongnya?"

Seperti dua ibu itu, setiap saat kita diperhadapkan pada hal-hal kecil dan besar, bahkan hal yang sangat besar; hal-hal yang datang dalam bentuk yang menyenangkan, juga yang tidak. Paulus dalam ayat 12 dan 13 bersaksi bagaimana Tuhan tetap berkarya dalam kekurangan maupun kelimpahan hidupnya, dan memampukannya melewati itu semua.

Kita tetap harus menghargai hal-hal kecil. Namun, kita juga jangan menolak impian, pekerjaan, dan pelayanan yang Tuhan percayakan hanya karena kita melihat semuanya itu terlalu besar dan hati kita tidak cukup luas atau iman kita terlalu kecil untuk menerima berkat-Nya. Bukan saatnya lagi "minta yang kecil saja", karena yang kita perlukan adalah kerja ekstra dan keyakinan bahwa segala perkara, seberapa pun ukurannya, dapat kita tanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita.

God Bless ^^

TERUS BELAJAR

Ayat : Yohanes 3:1-13 


Saya terkadang menghadiri seminar-seminar yang diadakan di kampus tempat saya bersekolah. Dalam acara-acara tersebut, kerap kali para dosen juga turut hadir. Termasuk mereka yang sudah sangat senior dan terpandang. Mereka duduk di sana, mendengarkan pembicara dengan saksama dan mengajukan pertanyaan jika tidak mengerti. Tanpa malu dan tanpa bersikap sok pintar. Tanpa harus menjaga citra di depan kami para mahasiswa.

Sikap mereka ini mengingatkan saya akan Nikodemus. Ia adalah seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi pada zamannya. Seseorang yang dihormati masyarakat dan dipandang sebagai orang yang paling mengerti ajaran-ajaran agama. Yesus hampir pasti lebih muda dan lebih rendah secara status sosial. Namun, suatu malam ia datang kepada Yesus untuk belajar. Di tengah pengajaran-Nya, Yesus sempat mengeluarkan teguran keras (ayat 10). Sebagai seorang yang terpandang, sangat normal kalau Nikodemus tersinggung dan meninggalkan Yesus. Namun, ia merendahkan hatinya dan terus mendengarkan pengajaran Yesus, bahkan menjadi pengikut-Nya (Yohanes 19:39).

Kerendahan hati Nikodemus ini perlu diteladani. Kerap kita merasa sudah cukup pintar, cukup senior dan terhormat sehingga tidak lagi perlu diajar. Namun, sebetulnya selama hidup, kita harus terus belajar. Tentang apa pun; pengetahuan, hikmat, iman. Juga dari siapa pun, termasuk mereka yang lebih muda dari kita. Dan kapan pun, dalam forum formal maupun informal. Membuat diri kita makin baik, bijak, dan sempurna seperti Yesus. Pertanyaannya, apakah kita cukup rendah hati untuk terus diajar?

God Bless ^^

KASIH KARUNIA



Kita kerap mendengar kata anugerah, tetapi seberapa banyak yang menghayati dan mengalaminya? Sebagian merasa tak layak menerimanya karena dosa yang begitu banyak. Sebagian yang lain merasa layak menerimanya karena selama ini menjalani kehidupan dengan baik. Namun, anugerah tidak ditentukan oleh baik atau buruknya diri kita. Anugerah semata-mata inisiatif Tuhan. Anugerah tidak lahir di meja perundingan di mana kita menukarkan kebaikan kita dengan anugerah Allah. Anugerah bukan penghargaan yang diberikan kepada yang paling saleh. Anugerah bukan gelar yang diwariskan kepada orang yang paling religius. Anugerah ialah pemberian Allah. Bukan karena perbuatan kita, talenta dan potensi kita, atau gagah dan kuat kita.

Kita menyadari bahwa kita adalah manusia berdosa, yang tengah berjalan menuju kebinasaan kekal yang sangat mengerikan. Di tengah keputusasaan itu, terdengar suara yang mendengungkan anugerah Allah memanggil kita. Kita mendengar suara-Nya dan hati kita menjerit; menyadari bahwa kita adalah orang berdosa yang memerlukan Juru Selamat. Hidup kita makin tenggelam menuju maut dan kita memerlukan anugerah Allah untuk mengangkat dan menyelamatkan kita.

Hari ini Tuhan mungkin menjungkirbalikkan pemahaman kita tentang anugerah. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena kita baik. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena kita punya potensi dahsyat melayani Tuhan. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena apa yang kita lakukan. Namun, karena inisiatif Allah yang penuh kasih, kudus, dan mulia.

God Bless ^^

LUKISAN HIDUP

Ayat : Yeremia 29:1-14 


Dalam sebuah lukisan, biasanya seorang pelukis menggunakan kombinasi warna-warna terang dan gelap. Warna gelap terang memberi bentuk dan dimensi atas lukisan tersebut. Juga menunjukkan emosi di dalamnya. Jika warna lukisan seluruhnya terang, maka lukisan itu akan tampak datar dan tidak enak dilihat. Jika keseluruhan warna yang digunakan adalah warna gelap, kita tidak akan melihat apa-apa di situ selain kesuraman. Maka, setiap lukisan adalah gabungan warna-warna gelap dan terang.

Itulah hidup. Hidup dirancang Tuhan seperti lukisan. Ada warna gelap untuk mewakili masa-masa suram dan sulit. Ada juga warna terang untuk mewakili masa-masa gemilang dan kemenangan kita. Itu juga yang tampak dalam kehidupan bangsa Israel. Berita tentang rancangan damai sejahtera dari Tuhan tidak diberikan saat bangsa Israel menang dalam peperangan, tetapi saat mereka dalam pembuangan dan jauh dari tanah air. Maka, firman Tuhan mengenai damai sejahtera ini ibarat sebuah goresan warna terang di tengah warna-warna gelap. Memang awalnya tidak terlihat, tetapi pada akhir-nya kita akan melihat betapa indahnya lukisan Tuhan tersebut.

Kita adalah lukisan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa Tuhan tidak akan membuat kita menjadi lukisan yang pucat, kusam, atau gelap. Kalaupun dalam hidup ini kita mengalami masa gelap dan terang silih berganti, mari kita memandang hal itu sebagai cara Allah membentuk kita. Agar kita makin memuliakan Dia melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, syukurilah setiap momen dalam hidup ini sebagai cara Allah "melukis" kita.

God Bless ^^

POTRET YANG LEBIH BAIK



Suatu saat C.H. Spurgeon menerima buku Andrew Bonar, Commentary on Leviticus. Merasa sangat diberkati, ia mengembalikan buku itu dengan pesan, "Dr. Bonar, tolong cantumkan tanda tangan dan potret Anda di buku ini." Tak lama kemudian ia menerima lagi buku itu, dilampiri sepucuk surat pendek: "Spurgeon yang baik, ini buku dengan tanda tangan dan potret saya. Andaikan Anda mau menunggu beberapa waktu lagi, Anda akan mendapatkan gambar yang lebih baik saya akan menjadi sama seperti Dia, sebab saya akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yohanes 3:2)."

Dr. Bonar mengutip ayat yang menunjukkan tujuan akhir setiap orang percaya, yaitu menjadi serupa dengan Kristus (bandingkan dengan Roma 8:29). Tujuan itu akan tercapai melalui proses pengudusan yang dimulai sejak kita mengenal Kristus dan menerima kehidupan ilahi-Nya. Hari demi hari kita mengalami pembaruan sampai kelak kita bertemu dengan Kristus berhadapan muka dengan muka (1 Korintus 13:12; Filipi 3:21). Apabila kita memahami tujuan akhir tersebut, Rasul Yohanes menjelaskan lebih lanjut, kesadaran itu akan menjadi motivasi kuat bagi kita untuk menjaga kekudusan hidup sepanjang hayat. Kekudusan hidup terpancar bukan hanya ketika kita menolak dosa dan hawa nafsu daging, tetapi terutama ketika kita berkata "ya" terhadap kehendak Tuhan Yesus Kristus. Dengan itu kita mengikuti jejak kekudusan-Nya, menjadi makin serupa dengan Dia.

Apakah hari ini kita makin serupa dengan Kristus? Apakah karakter-Nya buah Roh (Galatia 5:22-23) makin kuat terpancar dari kehidupan kita? Apakah "potret" kita makin baik?

God Bless ^^

HARI INI



Di tepi Danau Como, Italia, ada sebuah vila tua yang sangat bagus. Bertahun-tahun, vila itu dirawat begitu baik oleh seorang tukang kebun tua yang tepercaya. Seorang wisatawan yang berkunjung bertanya kepada sang tukang kebun, "Tentu pemilik vila ini kerap kemari untuk mengawasi pekerjaan Anda." Si tukang kebun menjawab, "Tidak, Tuan. Pemilik vila ini baru sekali datang kemari, lima belas tahun yang lalu. Sejak itu saya belum berjumpa lagi dengannya." Wisatawan itu memuji tukang kebun itu. "Ini benar-benar mengagumkan. Tak seorang pun mengawasi Anda bekerja, tetapi Anda melakukannya dengan baik seolah-olah Anda berharap pemiliknya akan datang esok pagi." Si tukang kebun menyahut cepat, "Bukan esok pagi, tetapi hari ini!"

Sebagai orang kristiani, semestinya kita belajar dari tukang kebun yang setia itu. Semestinya kita menjalani hidup seolah-olah Tuhan Yesus segera datang kembali. Bukan tahun yang akan datang, bukan bulan depan, bukan minggu depan, bukan juga besok pagi, tetapi hari ini! Andaikata kita menjalani kehidupan seolah-olah Tuhan Yesus datang hari ini, kita pasti akan bertanggung jawab atas hidup kita. Tak ada lagi kompromi dengan dosa. Tak ada lagi hidup yang suam. Tak ada lagi waktu terbuang sia-sia. Kita akan menata waktu untuk menghasilkan lebih banyak lagi buah bagi kemuliaan-Nya.

Tak seorang pun tahu kapan Tuhan Yesus datang kedua kali. Bisa jadi tahun depan, bulan depan, minggu depan, esok, atau bahkan hari ini. Karena kita tidak tahu kapan Dia akan datang, alangkah bijaksana jika kita berjaga-jaga dan menjalani hidup seolah-olah hari ini Sang Mempelai akan menjemput pasangan-Nya.

God Bless ^^

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC