ShareThis

18 January 2013

Lepas dari cengkeraman Iblis


Permusuhan antara kebenaran dan kejahatan sudah terjadi sejak di taman Eden (Kej 3:15) sampai kedatangan Yesus pertama hingga masa kini di 2013 bahkan sampai kedatangan-Nya kedua kali. Iblis sebagai penghulu kuasa jahat berusaha merebut jiwa manusia untuk membinasakannya. Namun, Yesus datang untuk membebaskan manusia dari Iblis, dosa, dan maut. Di mata Allah setiap jiwa manusia sangat berharga, sehingga Dia mengutus Yesus mati disalib demi menyelamatkannya.

Penyelamatan dari Yesus bukan hanya untuk umat Israel, tetapi untuk semua bangsa. Yesus pergi ke Gadara, wilayah nonYahudi untuk menyelamatkan dua orang yang dirasuk setan. Yesus sengaja menemui kedua orang itu untuk membebaskan mereka dari siksa roh-roh jahat karena tidak ada kuasa lain yang dapat menolong mereka. Dengan otoritas-Nya sebagai Raja kerajaan surga, Ia memerintahkan setan untuk keluar dari kedua orang tersebut. Atas izin-Nya, roh-roh jahat itu masuk ke dalam kawanan babi yang kemudian terjun di danau, lalu binasa.

Berpindahnya roh jahat merasuk babi merupakan hal yang sepantasnya karena babi adalah kejijikan dan haram dalam Taurat Perjanjian Lama. Yesus seolah tak mempedulikan kerugian pemilik ternak babi itu demi keselamatan jiwa satu orang. Harga orang yang diselamatkan-Nya sekitar milyaran rupiah bila dihitung pada saat ini. Nyawa manusia tidak bisa dihitung dengan uang karena pelayanan akan satu jiwa menuntut harga kematian. Kematian Yesus disalib dengan darah tercurah bernilai jauh melebihi emas dan perak sedunia karena darah-Nya yang kudus dicurahkan untuk menebus umat pilihannya dari cengkeraman maut.

Demonstrasi kuasa Sang Raja kerajaan surga tidak dapat disangkali. Setiap orang harus merespons dengan benar. Matius tidak memberitahu kita respons kedua orang yang disembuhkan itu. Markus dan Lukas mencatat bahwa keduanya ingin mengikut Yesus. Namun, Yesus menugaskan mereka menjadi saksi Kristus di kota mereka. Respons penduduk kota menolak Yesus. Bagaimana respons Anda?

God Bless

Karya Raja surga


Matius mengatur Injilnya secara berselang-seling antara pengajaran Yesus mengenai kerajaan surga dan tindakan-Nya yang nyata sebagai wujud kehadiran kerajaan surga di bumi ini. Setelah pasal 5-7 menghadirkan pengajaran akan karakteristik kerajaan surga, pasal 8-9 memaparkan kuasa kerajaan surga di dalam tindakan Yesus demi penyelamatan umat manusia, yang bukan terbatas pada umat Yahudi saja. "Banyak orang akan datang dari Timur dan Barat dan duduk makan bersama-sama… di kerajaan sorga" (11).

Kuasa Yesus sebagai Raja dalam kerajaan surga nyata lewat karya-Nya. Pertama, Ia melenyapkan penyakit kusta (3), kelumpuhan (13), dan demam (15). Kusta melambangkan dosa dan kenajisan. Penderita kusta bukan hanya secara fisik menderita, secara sosial pun tersingkirkan dari masyarakat. Karya kerajaan Allah adalah pemulihan baik fisik, sosial, maupun rohani. Si pemilik hamba yang sakit lumpuh adalah orang asing. Karya kerajaan surga berlaku bagi orang nonYahudi, berlaku universal. Demam, sebagai penyakit biasa, maupun berbagai penyakit karena kuasa kegelapan takluk pada Sang Raja kerajaan surga. Suatu demonstrasi kuasa yang mengatasi langit dan bumi.

Kedua, Sang Raja kerajaan surga berdaulat menentukan siapa yang menjadi anggota kerajaan-Nya (18-22). Seorang penafsir mengatakan bahwa seorang ahli Taurat mau menjadi pengikut Yesus adalah suatu mukjizat (19). Menjadi anggota kerajaan surga bukan pilihan atau usaha manusia, tetapi ketetapan dan anugerah Allah. Ketiga, alam yang dahsyat dan menakutkan tunduk pada otoritas Sang Raja dan Penguasa alam semesta (26).

Karya Yesus di awal pelayanan-Nya ini mendemonstrasikan kuasa kerajaan surga, yaitu penegakan kembali kedaulatan Allah dalam dunia ini. Setiap orang yang percaya kepada Yesus adalah anggota-anggota Kerajaan Allah. Bukan hanya kita akan mengalami kuasa-Nya yang nyata dalam mengatasi setiap pergumulan atau krisis hidup kita, tetapi juga kita bisa menyatakan kehadiran-Nya dengan bersandar pada kuasa Allah tersebut.

God Bless

Standar penilaian kerajaan sorga


Bagian akhir khotbah di bukit ini menarik karena kita diperhadapkan dengan kesejajaran yang berkesinambungan mulai dari dua jalan (luas dan sempit), pintu (lebar dan sesak), tujuan (kehidupan dan kebinasaan), pohon dan buah (yang baik dan tidak baik), orang (bijaksana dan bodoh), dasar bangunan (batu dan pasir), rumah (yang tidak rubuh dan yang hebat kerusakannya).

Kesejajaran yang sinambung ini merupakan klimaks yang menegaskan pelajaran-pelajaran sebelumnya. Berbagai kesejajaran ini merupakan suatu tantangan dari Yesus kepada para murid-Nya dan juga orang banyak yang mendengarkan pengajaran-Nya untuk serius merespons dengan benar.

Di ayat 12, Yesus sudah mendorong inisiatif orang Kristen untuk melakukan yang terbaik bagi sesama. Yesus sendiri meninggalkan teladan bahwa Dia telah melakukan segala sesuatu sebagai pemenuhan hukum Taurat dan para nabi (5:17). Sehingga ketika Ia menyatakan tentang pintu dan jalan maka Ia mengundang kita untuk percaya dan masuk lewat pintu itu dan mengikuti jalan-Nya itu dengan meneladani-Nya (13-14). Hal ini kontras dengan para nabi palsu (15-20), mereka yang berseru-seru, "Tuhan, Tuhan" (21) bahkan yang mengaku telah melakukan berbagai perbuatan ajaib (22-23). Perbuatan (buah-buah) mereka membuktikan kepalsuan iman mereka. Mereka sesungguhnya tidak mengenal Tuhan.

Yesus menghadapkan para murid, orang banyak, dan juga kita pada pilihan, menjadi orang bijak atau bodoh. Anugerah harus direspons dengan benar untuk menghasilkan kehidupan yang berkelimpahan. Yaitu, melakukan firman Tuhan dan menolak bujuk rayu dunia, hawa nafsu, dan para penyesat.

Khotbah di bukit bukan hanya sekadar pengajaran tentang standar moral orang Kristen dalam menjalankan kehidupan kristianinya di dunia ini. Khotbah di bukit adalah cara hidup kristiani dalam rangka menegakkan kerajaan surga, yaitu hidup yang tunduk mutlak pada kedaulatan Allah. Caranya ialah membangun karakter dan perbuatan kristiani yang meneladani Kristus.

God Bless

Standar penilaian diri


Relasi dengan sesama sering kali bergantung pada ukuran yang kita kenakan pada orang lain atau sebaliknya, apa yang orang lain ukur dari diri kita. Sering kali ukuran itu berkaitan dengan apa yang dimiliki dan dihasilkan orang itu.

Matius menuliskan pengajaran Yesus dalam hal menghakimi berkaitan dengan apa yang dihasilkan oleh orang yang tidak memiliki karakter surgawi, yaitu orang yang di luar Kristus. Ukuran yang ia pakai adalah dirinya sendiri yang berdosa. Ia tidak dapat melihat dalam terang Kristus apa yang menjadi kekurangan dirinya sendiri. Seseorang yang tidak memiliki Kristus tidak akan dapat melihat dengan ‘jelas’ kesalahan dirinya sendiri, apalagi kesalahan orang lain (5). Maka, penghakimannya itu pasti salah dan ngawur.

Yesus mengajar lebih lanjut untuk ‘tidak melemparkan mutiaramu kepada babi’ (6). Babi menggambarkan orang yang karena tidak memiliki Kristus, tidak pula memiliki kepekaan akan apa yang mulia dan tidak mulia. Sikap menghakimi orang lain adalah sikap yang tidak mulia. Maka, ‘sia-sia’-lah mengajari orang tersebut dengan hal yang mulia, ia pasti menolaknya.

Yesus meneruskan dengan nasihat kepada anak-anak Tuhan untuk berdoa (7-11). Ketika kita sadar bahwa kepekaan kita akan hal yang mulia itu belum terbangun, kita dengan iman meminta hal tersebut pada Allah. Bapa di surga melebihi orang tua di dunia ini, Ia akan memberikan karakter yang mulia bagi setiap anak-Nya yang memintanya.

Perintah negatif ‘jangan menghakimi’ diubah menjadi perintah positif. ‘Lakukan perbuatan baik kepada sesama!’ (12). Inisiatif memberikan yang terbaik harus dimulai dari kita, yang sudah menerima anugerah karakter surgawi.

Kita harus terus menerus memberi diri diubah oleh Kristus sehingga karakter surgawi terbentuk dalam hidup kita. Semakin kita mengenal Kristus dan nilai-nilai mulia-Nya dalam hidup kita, semakin kita memancarkan nilai-nilai mulia itu. Nilai-nilai itu membuat kita tidak mudah menghakimi orang lain, sebaliknya kita akan selalu memberikan yang terbaik buat mereka.

God Bless

Standar pencapaian


Orang dunia mengukur keberhasilan hidup sehari-hari berdasarkan pencapaiannya. Ukuran pencapaian itu selalu berhubungan dengan harta atau uang yang dimiliki. Pencapaian dimulai dari hati (21) dan sejauh mana tubuh seseorang digerakkan oleh keinginan mata (22-23). Ironisnya, orang dunia tidak menyadari bahwa semua hartanya suatu hari kelak akan lenyap (19) sementara dirinya terus mencari untuk menimbunnya, walaupun harus melakukan berbagai kejahatan.

Orang Kristen, sebaliknya. Matius melanjutkan pengajaran Yesus dengan frasa "karena itu". Tujuannya untuk mengontraskan sikap Kristen seharusnya dengan kenyataan dunia. Pengajaran Yesus ini justru menunjukkan betapa banyak orang Kristen yang terjebak dalam menerapkan standar duniawi, yaitu mengukur hidup dari harta yang dimiliki. Justru hal tersebut mendatangkan kekhawatiran (25, 31-32). Seharusnya orang Kristen memakai standar pencapaian yang diukur oleh iman. Hidup itu tidak bergantung pada apa yang akan kita makan, minum atau pakai, tetapi pada Tuhan. Iman berarti mengenal dan memercayai Allah sebagai Bapa yang mengetahui kebutuhan hidup kita dan akan mencukupkan kita. Malahan, seharusnya ukuran pencapaian dalam kerajaan Allah adalah "carilah dahulu kerajaan Allah dan kebenarannya" (33). Keberhasilan kita diukur dari ketundukan kita pada Allah sebagai Raja, dan bagaimana kita memberlakukan kebenaran di dalam kerajaan-Nya. Hal ini konsisten dengan karakteristik kebahagiaan yang dialami oleh orang yang lapar dan haus akan kebenaran (bdk. Mat 5:6).

Sebagai anak-anak Tuhan yang sudah menerima anugerah keselamatan dan sedang mengembangkan karakter surgawi, kita perlu belajar terus apa artinya beriman. Beriman berarti percaya penuh kepada Tuhan dan memercayakan diri sepenuhnya pada cara Tuhan mengelola hidup kita. Jangan kacaukan cara Tuhan dengan cara dunia. Cara dunia, sekali lagi mencadangkan dan menginvestasikan harta dunia. Cara Tuhan, tunduk penuh pada kedaulatan-Nya dan menginvestasikan harta surgawi (20)!

God Bless ^^

Standar ibadah menurut Bapa


Setelah berbicara mengenai karakter surgawi yang harus terlihat oleh sesama, Yesus masuk pada ibadah yang bersifat pribadi. Yang ditekankan di sini adalah sikap yang harus kita miliki dalam ibadah. Yesus mengritik sikap yang salah (1, 5, 7, 16). Ibadah bukan sekadar kewajiban agama, apalagi dilakukan di hadapan orang lain untuk mendapatkan pengakuan.

Memberi sedekah adalah sikap ibadah yang menyatakan kepedulian dan kasih kepada orang-orang yang dipedulikan dan dikasihi Allah. Tujuan kita memberi bukan supaya diketahui dan dipuji orang lain. Memang, sampai saat ini banyak pendanaan pelayanan masih terpola dengan mengedepankan donatur atau penyandang dana. Mereka dianggap berjasa lebih, melampaui orang-orang yang sumbangsihnya berbeda. Hal itu dapat memengaruhi motivasi seseorang dalam pemberiannya.

Berdoa merupakan komunikasi dengan Allah. Dua kesalahan disoroti Yesus. Pertama, kemunafikan. Berdoa sebagai penampilan saleh agar dipuji orang. Begitu gampang kita berkata, ‘nanti kami doakan" ataupun meminta pokok-pokok doa untuk didoakan, baik dalam kebaktian, siaran rohani di radio dan televisi. Apakah janji mendoakan itu benar diwujudkan, ataukah hanya kedok penampilan rohani? Kedua, doa sebagai mantra. Doa menjadi kemampuan berkata-kata panjang, diulang-ulang, dan persuasif yang mengharapkan doanya terkabul tanpa pengenalan akan Allah. Inilah doa yang manipulatif dan egosentris. Yesus mengajarkan doa (9-13) yang pada intinya menempatkan diri si pendoa dalam relasi yang benar dengan Allah sebagai Bapa. Yaitu relasi yang kudus, tunduk, dan bergantung penuh kepada-Nya.

Sikap berpuasa yang benar berkenaan dengan apa yang dilihat oleh Bapa dan bukan oleh manusia. Puasa adalah sarana mempererat relasi kita dengan-Nya sehingga kita semakin mengenali kehendak Allah. Berpuasa yang benar membawa kita lebih dekat, bersandar, dan tunduk pada kehendak-Nya.

Peliharalah motivasi ibadahmu untuk menyenangkan Tuhan, bukan untuk popularitas diri. Waktu Tuhan dimuliakan, sesamamu akan diberkati dengan limpah.

God Bless

Aman dalam lindungan Allah

Ayat : Mazmur 91

Sepasti apa perlindungan Allah atas umat-Nya? Bagaimana menjelaskan malapetaka, sakit penyakit, dan penderitaan yang dialami umat-Nya?Mazmur 91 merupakan pengenalan dan pengalaman iman pemazmur yang dapat mewakili umat Tuhan sepanjang zaman dan sejarah. Mazmur ini tidak membicarakan penderitaan karena pikul salib, melainkan penderitaan umum yang dihadapi semua orang.

Pemazmur memastikan bahwa Allah dapat dipercayai karena Dia adalah tempat perlindungan setiap orang yang takut kepada-Nya dan tidak mengandalkan yang lain (9-13). Apa pun jenis penderitaan itu, sakit penyakit (3, 6), musuh yang berupaya membinasakan (5), atau aneka malapetaka (10), kalau Tuhan sudah menyatakan perlindungan-Nya maka perlindungan itu sudah pasti!

Pemazmur juga menyajikan kenyataan anak-anak Tuhan yang mengalami banyak masalah dan penderitaan, baru kemudian mengalami pelepasan. Bukankah janji akan dilepaskan dari jerat perangkap burung mengasumsikan sudah terjerat lebih dahulu (3)? Juga, bahwa Tuhan akan menyertai umat-Nya dalam kesesakan lalu meluputkannya (15), mengasumsikan umat-Nya akan mengalami kesesakan terlebih dahulu? Saat umat berseru minta tolong, pada waktu-Nya Allah akan menolong mereka.

Mazmur ini bukan menjanjikan kekebalan dari penderitaan, melainkan penyertaan, kekuatan, dan kelepasan dari hal tersebut. Ketika kita mengalami sakit, penderitaan karena ulah orang yang memusuhi kita, atau situasi ekonomi terpuruk yang menyebabkan kita di-PHK atau usaha kita bangkrut, dst, kita harus melihatnya bukan karena Tuhan tidak mengasihi dan peduli kepada kita, atau bahwa Tuhan tidak berdaya menolong kita. Semua itu justru konteks bagi kita untuk berseru kepada Tuhan dan mengangkat iman kita kepada-Nya, bahwa Dia Tuhan yang mendengar pergumulan anak-anak-Nya.

God Bless

17 January 2013

Perubahan karakter dan relasi


Pengajaran Yesus berlanjut. Yesus menegaskan berlakunya hukum Taurat dalam hidup orang Kristen. Namun, penerapannya harus dengan motivasi dan prinsip yang benar, tidak sekadar secara harfiah atau ditafsirkan secara sempit. Agar masuk ke dalam motivasi dan prinsip yang benar, kita harus melihatnya dalam kaitan dengan karakter surgawi yang sudah dipaparkan sebelumnya, khususnya pada ayat 5, 7, 9-10.

Setiap ucapan bahagia itu berimplikasi terhadap relasi dengan sesama. Pertama, membunuh yang disamakan dengan marah dan menggunakan perkataan yang menghina (21-22). Hal itu berhubungan dengan karakteristik yang dimiliki oleh orang yang lemah lembut (5). Kedua, hidup damai yang menunjukkan relasi dengan Tuhan dicerminkan dari relasi kita dengan sesama, baik saudara maupun lawan kita (23-26). Keduanya berhubungan dengan karakteristik orang yang membawa damai (9). Ketiga, perihal perzinaan (27-28), anggota tubuh yang menyesatkan (29-30), perceraian (31-32) dan sumpah yang berkaitan dengan kejujuran (33-37) semuanya berhubungan dengan karakteristik orang yang suci hatinya (8). Keempat, perihal pembalasan atas kejahatan dan pemaksaan (36-42) berhubungan dengan karakteristik orang yang murah hati (7). Kelima, mengasihi musuh dan penganiaya (43-48) yang berhubungan dengan karakteristik pembawa damai (9), tetapi juga kebahagiaan yang mungkin kita tidak temui saat ini melainkan di sorga kelak (10).

Perintah agar kita sempurna dalam menerapkan peraturan Taurat "sama seperti Bapamu di sorga adalah sempurna" (48) bukanlah sesuatu yang mustahil. Setiap orang Kristen memiliki hidup Kristus yang memampukannya berkarakter surgawi (3-10). Karakter itu memampukannya melaksanakan Taurat dengan motivasi yang benar. Kesaksian Kristen bukan pepesan kosong, tetapi nyata dan memberkati sesama (13-16). Wujudkan kesaksian kita dengan mematuhi perintah Tuhan dengan motivasi yang benar dan dengan menuntut kesempurnaan.

God Bless

Lakukan dan ajarkan semuanya


Apa dasar pengajaran Tuhan Yesus tentang karakter surgawi yang mengarahkan kita pada kebahagiaan surgawi? Firman Tuhan. Yesus menegaskan bahwa yang Ia lakukan bukan membatalkan hukum Taurat atau kitab para nabi, melainkan menggenapi firman Tuhan dalam Perjanjian Lama. Penggenapan itu meliputi apa yang dilakukan dan yang diajarkan Tuhan Yesus. Karena itu setiap orang yang mengaku pengikut Kristus juga harus "melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat" (19).

Perkataan ini menjadi acuan yang sangat penting bagi kita di tengah dikotomi yang menekankan hanya pada pengajaran tentang iman atau hanya pada perbuatan nyata. Hal ini terutama bagi orang yang menganggap tahu firman Tuhan, seperti ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, maupun para pemimpin umat masa kini. Juga hal ini berlaku untuk semua orang Kristen. Mengenal firman Tuhan tidak cukup, harus disertai dengan melakukannya. Tuhan Yesus menyejajarkan kedua sisi, yaitu melakukan dan mengajarkan untuk dikenakan dalam hidup orang percaya. Sebelum seseorang mengajar orang lain kebenaran firman, ia wajib melakukan dan hidup di dalamnya terlebih dahulu.

Apakah itu berarti perbuatan lebih penting? Tidak. Setelah Tuhan Yesus berbicara tentang hidup keagamaan (=perbuatan kebenaran) kita yang harus lebih baik daripada hidup keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi maka Ia pun memberikan pengajaran-Nya yang didasarkan pada hukum Taurat. Pengajaran-Nya meluruskan penafsiran hukum Taurat pada masa itu yang terjebak pada penerapan harfiah, jauh dari prinsip dasar di balik peraturan Taurat tersebut (21-48).

Ada dua jebakan dalam hidup orang Kristen yang harus dihindari. Pertama kemunafikan, yaitu mengajarkan kebenaran kepada orang lain, tetapi tidak melakukannya sendiri. Kedua, legalisme, yaitu memahami kebenaran secara harfiah dan kaku sehingga jauh dari motivasi maupun prinsip yang melandasinya. Mari belajar firman Tuhan dengan benar dan menerapkannya dengan benar pula.

God Bless

Menjadi garam dan terang dunia


Bagaimana orang Kristen yang sedang teraniaya (11-12) bisa menjadi saksi Kristus, menggarami dan menerangi dunia (13-16)? Jawabannya ada pada siapa orang Kristen itu! Yaitu, seorang yang sudah diselamatkan oleh Yesus dan sedang mewujudkan karakter surgawi. Akibat karakter surgawi adalah kebahagiaan surgawi. Kebahagiaan itu sudah kita alami di dunia ini, saat masih teraniaya dan akan mendapatkan kepenuhan dan kesempurnaannya di surga kelak (12).

Justru karena orang Kristen mewujudkan karakter surgawi sehingga mengalami kebahagiaan surgawi, ia bisa menjadi garam dan terang dunia. Kebahagiaan yang bersumber dari kerajaan surga tidak terkondisikan oleh dunia. Tuhan Yesus menyatakan "kamu" (13, 14). Keduanya secara langsung menunjuk kepada orang Kristen sebagai garam dan terang dunia. Kita seharusnya tidak berupaya mengelak ataupun takut terhadap penunjukan ini.

Masalahnya kita masih hidup di dunia ini. Kita seolah masih membutuhkan pengakuan dunia. Kita mengatakan bahwa kebahagiaan kita berasal dari Allah, tetapi pada saat yang sama kita mencari pengakuan dunia. Padahal pengakuan Allah adalah landasan satu-satunya kebahagiaan surgawi kita. Kata "kamu" menegaskan pengakuan Tuhan yang menjadi landasan kebahagiaan yang kita miliki dalam Kristus.

Oleh karena pengakuan Tuhan itu, kita bertekun dalam mengembangkan karakter surgawi tersebut dan merasakan kebahagiaan surgawi. Di situlah kesaksian Kristiani terwujud. Ketika Yesus berkata "kamu adalah garam dunia", Ia sedang berbicara tentang karakter yang melekat pada garam, yaitu asin (13). Ketika orang Kristen mewujudkan karakter surgawi (3-10), ia sedang menggarami dunia ini dari kebusukan oleh karena dosa. Demikian juga dengan "terang dunia", yang merujuk pada aspek perbuatan (16). Menerangi dunia yang gelap oleh dosa dengan tindakan nyata sesuai karakter surgawi. Tugas kita ialah membagikan kebahagiaan itu kepada sesama kita yang masih hidup dalam kegelapan dan kebahagiaan palsu.

God Bless

Kebahagiaan sejati


Matius 5-7 yang dikenal sebagai khotbah di bukit merupakan bagian pertama dari blok pengajaran Yesus. Delapan ucapan bahagia ini (3-10) diawali dan diakhiri dengan frasa "Kerajaan Sorga" (3, 10), yang berarti bahwa kebahagiaan adalah akibat dari kehidupan yang memenuhi karakteristik surgawi. Yesus sedang mengajarkan para murid untuk menentukan kebahagiaan tidak menurut karakteristik dunia.

Dunia mengenal kemiskinan jasmani, tetapi tidak mengenal kemiskinan rohani (3), yaitu kesadaran bahwa kita sungguh-sungguh membutuhkan Tuhan. Dunia mengenal dukacita karena peristiwa yang menyedihkan, tetapi tidak tahu kedukaan yang merupakan sikap yang diperlukan untuk berbalik dari dosa dan bergantung pada-Nya (4). Keduanyalah respons yang tepat terhadap Allah dan rencana-Nya memberikan penghiburan bagi mereka yang sungguh membutuhkan Dia.

Karakteristik dunia penuh amarah disertai sikap kasar dan orang yang suka bermain kuasa. Sebaliknya, orang yang lemah lembut berbahagia karena ia memberi diri dikuasai Tuhan (5). Ia dapat menunjukkan kendalinya atas kemarahan pada waktunya karena kerendahhatian dan ketundukannya di hadapan Tuhan. Dunia tidak dapat mengerti kepuasan sejati yang didapat dari menerima kebenaran Tuhan dan membagikannya kepada sesama (6). Kebahagiaan surgawi memiliki karakteristik memberi perhatian terhadap mereka yang sengsara (7).

Orang dunia merasa berbahagia jika kepentingannya terlayani, meski untuk itu orang lain teraniaya. Sebaliknya kebahagiaan surgawi meliputi orang yang terus menerus disucikan sebab kondisi-kondisi bahagia yang diwujudkan dalam kehidupannya sehingga ia dapat melihat Allah di tengah dunia (8). Ia membawa damai kepada sesama manusia karena damai Allah ada di dalamnya (9). Juga saat ia harus menerima aniaya oleh karena imannya (10).

Kebahagiaan sejati adalah anugerah, juga karakter surgawi. Saat kita memberi diri dibentuk oleh Kristus sehingga karakter-Nya mewujud dalam kehidupan kita, saat itu pula kita mengalami kebahagiaan sejati.

God Bless

Saya mau ikut Yesus


Ada dua kelompok orang yang mengikut Tuhan Yesus. Kelompok pertama adalah orang yang dipanggil Yesus secara pribadi (19-22). Tampaknya mereka melihat otoritas Yesus sehingga segera memberikan respons positif, respons yang penuh totalitas. Simon dan Andreas segera meninggalkan jala dan mengikuti Dia (20), Yakobus dan Yohanes segera meninggalkan perahu serta ayahnya lalu mengikuti Dia (22). Secara simbolis, "Meninggalkan jala" berarti meninggalkan pekerjaan lama agar bisa melayani Tuhan sepenuh waktu; dan "Meninggalkan ayah" berarti memprioritaskan Tuhan lebih daripada keluarga. Yang menarik, ada kata "segera" yang melengkapi kedua tindakan tersebut. Berarti tanpa penundaan dan panggilan Yesus bagai sebuah hadiah berharga yang harus segera direbut. Saat itu mereka berada di titik balik dalam kehidupan mereka.

Kelompok kedua adalah orang banyak yang berbondong-bondong mengikut Yesus untuk mendengarkan pengajaran-Nya. Mereka berasal dari berbagai tempat. Mereka mengikut Yesus mungkin juga karena melihat mukjizat dan mengalami kuasa-Nya (23-25).

Kita lihat bahwa orang yang mengikut Yesus ada yang karena dipanggil secara khusus, ada juga yang disebabkan oleh alasan atau kebutuhan tertentu di dalam hidupnya, yang harus dipenuhi. Ini tidak bisa disalahkan, sepanjang orang tidak menjadikan hal itu sebagai tujuan dalam mengikut Yesus sehingga ketika kebutuhannya terpenuhi, Yesus pun dilepaskan.

Kalau begitu, bagaimana mengikut Yesus secara total? Meninggalkan segala sesuatu yang menghalangi kita untuk mengikut Yesus secara total. Kalau kita memang dipanggil secara khusus dan untuk itu kita harus meninggalkan pekerjaan, gumulkan secara serius terlebih dahulu. Namun kadang-kadang sesuatu di dalam diri kita sendiri bisa menghalangi kita: karakter khusus yang harus kita tinggalkan, ego yang menghalangi Kristus menempati posisi utama dalam hidup kita, atau kesenangan-kesenangan tertentu yang membuat Kristus tidak menjadi yang terutama dalam hati. Mintalah Roh Kudus memeriksa hati Anda.

God Bless

Bagi bangsa-bangsa lain


Pelayanan Yesus pertama kali dilakukan di Galilea setelah Ia mendengar bahwa Yohanes ditangkap (bdk. Mat 14:3-5). Bagi umat Yahudi di Yudea, penduduk Galilea bukan orang Israel murni karena dianggap telah bercampur dengan bangsa-bangsa nonYahudi. Menarik sekali, karena Matius mencatat fakta bahwa pelayanan perdana Yesus ditujukan kepada mereka yang kemurnian Yahudinya dipertanyakan, dan juga kepada bangsa-bangsa lain. Matius juga mengutip Yesaya 8:23-9:1 sebagai dasar pelayanan Yesus kepada bangsa-bangsa lain.

Mengapa Allah hendak menyelamatkan bangsa-bangsa lain? Matius mengutip Yesaya 9:1 yang berbentuk puisi kesejajaran sinonim untuk memaparkan kondisi bangsa-bangsa tersebut. Baris pertama, "... bangsa yang diam dalam kegelapan telah melihat Terang yang besar" memiliki arti serupa dengan baris kedua, "... mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang". Yang perlu diperhatikan di sini, Matius mengganti satu kata dari baris pertama nubuat Yesaya, yaitu kata "berjalan" dengan kata "diam". Penggunaan kata "diam" di baris pertama selain sama dengan kata "diam" di baris kedua, bermaksud menegaskan keberadaan bangsa-bangsa yang dikuasai oleh dosa. Dengan kata lain bangsa-bangsa tersebut sedang menjalani kehidupan berdosa. Mereka tidak menyadari bahwa mereka sedang berjalan menuju kebinasaan.

Itulah sebabnya Yesus menujukan Berita Injil kepada orang berdosa. Maka isi beritanya adalah: "Bertobatlah sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" Itu berarti Pemerintahan Allah membebaskan manusia dari belenggu maut! Ini kontras dengan pemahaman Yahudi bahwa Juruselamat datang bukan karena mereka perlu bertobat, melainkan karena mereka perlu dibebaskan dari penjajahan Romawi.

Bagaimana pemahaman Anda sendiri mengenai Berita Injil? Perlukah orang lain mendengarkannya juga? Bila Anda sudah menerima anugerah keselamatan melalui Berita Injil, pahamilah bahwa orang lain perlu mendengarnya juga. Karena itu beritakanlah!

God Bless

16 January 2013

Menang dari pencobaan


Frasa "Tuhan Yesus dicobai" dapat membuat kesalahpahaman bahwa Yesus pun merasakan dicobai, yaitu munculnya hasrat untuk melakukan dosa. Padahal Yesus tidak memiliki natur dosa. Yakobus 1:13 menuliskan, "... Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun." Namun ada yang dapat kita pelajari dari cara Yesus menghadapi Iblis.

Iblis pandai mengambil kesempatan. Ia mencobai saat orang lapar, marah, lelah, atau kesepian. Atau bisa juga saat orang merasa bangga atau bahagia. Pada kisah ini, Iblis mencobai Yesus seusai Ia dibaptis dan berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam (2). Tentu Ia sangat lapar dan secara fisik menjadi rentan. Pada saat itu Iblis berkata, "Jika Engkau Anak Allah ...", padahal sudah ada konfirmasi dari Bapa mengenai ke-Allah-an Yesus. Lalu bagaimana Yesus menghadapinya? Dengan firman yang dikutip dari Ulangan 8:3, Yesus menjelaskan bahwa firman Allah lebih penting daripada kebutuhan fisik.

Iblis juga mencobai Yesus untuk melakukan sesuatu yang memaksa Bapa untuk menolong Dia. Sesudah itu, Iblis juga menawarkan kuasa untuk menguasai bumi asal Yesus mau menyembah dia. Kedua tipu muslihat Iblis kembali dipatahkan Yesus dengan firman Allah.

Iblis juga selalu mencobai pengikut Kristus (1Ptr 5:8). Ia tahu kelemahan tiap orang dan selalu mengintai. Tidak seperti Yesus, manusia lahir dalam natur dosa (Rm 5:12). Banyak kelemahan yang mungkin menjatuhkan manusia ke dalam pencobaan. Maka kita harus bergantung total pada kuasa Allah untuk melawan Iblis. Gunakanlah pedang Roh, yaitu firman Allah. Karena itu, janganlah sekadar membaca Alkitab, tetapi pahamilah sungguh-sungguh agar ketika si Iblis datang menyerang, kita tahu bagaimana menggunakan firman sebagai senjata untuk mematahkan muslihat Iblis.

God Bless

Bijak memberitakan


Pelayanan Yesus didahului oleh Yohanes Pembaptis, yang bertugas merintis jalan bagi Yesus. Tugas ini mulia karena ia mempersiapkan manusia bagi kedatangan Sang Juruselamat.

Apa yang Yohanes lakukan? Ia menyerukan pertobatan (1-2). Bertobat berarti berbalik, yaitu berbalik dari kehidupan yang tidak sesuai firman Allah ke arah hidup yang diselaraskan dengan firman itu. Bertobat berarti membiarkan Sang Juruselamat berkarya di dalam kehidupan.

Seruan Yohanes ternyata berdampak luar biasa. Penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea, dan dari seluruh daerah sekitar Yordan memberi respons dengan mengakui dosa dan memberi diri dibaptis (5-6).

Walau demikian, ada juga orang-orang yang mengeraskan hatinya terhadap seruan Yohanes. Mereka adalah orang Farisi dan orang Saduki. Yohanes menyebut mereka "ular beludak", berbisa dan jahat. Orang Saduki mengebiri firman Tuhan, sementara orang Farisi menambahkan berbagai aturan pada Taurat. Mereka terjebak pada legalisme dan agama pahala sehingga berpendapat bahwa keselamatan dapat diperoleh dengan melakukan Taurat. Karena itu, meski mereka datang untuk dibaptis, Yohanes menengarai bahwa sesungguhnya hati mereka tidak sungguh-sungguh bertobat. Maka Yohanes pun memperingatkan mereka tentang api penghakiman yang mereka akan hadapi jika mereka tidak bertobat.

Memang tidak semua orang merespons Injil secara positif. Kita tentu senang jika orang menyambut Injil dan mengalami perubahan hidup. Namun bagaimana jika tidak demikian? Tentu saja kita tidak boleh membenci orang yang demikian. Kita tetap harus menyatakan kebenaran Injil kepada setiap orang, bagaimana pun orang itu menanggapinya. Namun tidak kepada setiap orang kita dapat bersikap seperti sikap Yohanes terhadap orang Farisi dan orang Saduki. Kita perlu melihat bahwa Yohanes pun bijak dalam bersikap, dia tahu terhadap siapa dia harus bersikap tegas. Kita pun harus demikian. Maka kita perlu memohon pertolongan Tuhan agar kita dimampukan untuk berbagi Injil dengan bijak sehingga orang tidak menolak Dia karena sikap kita.

God Bless

Taat dan setia


Allah memakai Maria dan Yusuf sebagai alat untuk penggenapan rencana-Nya atas dunia ini melalui kelahiran Yesus di dalam keluarga mereka. Tugas mereka tidaklah mudah, apalagi kemudian diketahui bahwa nyawa Yesus yang masih kanak-kanak itu terancam. Raja Herodes yang mengetahui kelahiran seorang Raja Yahudi melalui orang Majus, lalu berhasrat mencari untuk membunuh Sang Bayi (1). Yusuf yang mengetahui hal itu dari malaikat kemudian segera menyingkir ke Mesir, sesuai perintah malaikat (2). Meski harus menempuh perjalanan berat bersama istri dan bayinya, Yusuf memilih untuk taat.

Benar saja, Herodes yang kemudian tahu bahwa orang-orang Majus tidak kembali menemui dia, lalu memutuskan untuk membinasakan semua anak yang berusia dua tahun ke bawah (16). Kepatuhan Yusuf terhadap perkataan malaikat menggenapkan pemeliharaan Allah atas keluarga Yusuf.

Akan tetapi, tinggal dan membesarkan anak di Mesir bukanlah rancangan Allah bagi Yusuf dan Maria. Maka melalui malaikat yang tampak dalam mimpi, Allah memerintahkan Yusuf untuk kembali ke Israel sebab saat itu Herodes sudah mati (19-21). Lalu lagi-lagi melalui mimpi, Yusuf dipimpin Tuhan untuk tinggal di Nazaret, di daerah Galilea (22-23).

Kita melihat bahwa pimpinan Tuhan terhadap Yusuf nyata di dalam kehidupannya. Pimpinan itu pun diikuti oleh kepatuhan dan kesetiaan Yusuf langkah demi langkah. Maka kita melihat bagaimana nubuat para nabi digenapi, rancangan Tuhan terus berjalan, dan Yusuf serta keluarga kecilnya tetap berada dalam pemeliharaan Tuhan.

Kepatuhan Yusuf patut kita teladani, terutama dalam menjalani tahun baru ini. Biasanya di awal tahun, orang punya segudang tekad untuk memperbaiki hidup. Namun seiring berjalannya waktu, tekad itu memudar, terlupakan, lalu dirumuskan lagi di tahun berikut. Kisah Yusuf mengajar kita untuk taat langkah demi langkah sesuai tuntunan Tuhan. Pimpinan Tuhan yang kita patuhi satu per satu membentuk kita untuk setia kepada Dia. Maka kita akan bertumbuh dalam ketaatan dan mengalami buahnya kelak.

God Bless You ^^

Tahu lalu merespons


Kedatangan Tuhan Yesus ke dunia sudah dinubuatkan jauh sebelum waktunya. Salah satu nabi PL yang menubuatkannya adalah Mikha (5-6; Mi. 5:1). Nubuat itulah yang melatarbelakangi perjalanan orang-orang Majus ke Yerusalem untuk bertemu dengan Raja Yahudi yang baru lahir.

Orang-orang Majus itu berasal dari negeri yang jauh (di sekitar teluk Persia, negara Iran sekarang), dari bangsa Media yang tidak mengenal Allah. Mereka merupakan kaum filsuf dan astronom yang mempelajari ilmu alam dan perbintangan.

Maka dengan tuntunan Allah melalui sebuah bintang, mereka pun berjumpa dengan Yesus. Tentu saja mereka bersukacita atas keberhasilan pencarian mereka karena mereka tahu siapa Pribadi yang mereka temui saat itu. Maka respons terpantas yang mereka harus lakukan adalah menyembah Yesus serta memberikan persembahan bagi Dia (11).

Sikap orang-orang Majus terhadap firman Allah yang dinyatakan melalui nubuat kelahiran Yesus, patut untuk kita tiru. Itulah respons yang tepat dan mulia karena mendengar dan mengetahui firman saja memang tidak cukup. Sebuah tindakan nyata harus diwujudkan sebagai respons positif terhadap firman yang didengar dan diketahui. Tindakan nyata yang bermuara pada penyembahan terhadap Yesus.

Ini berbeda dengan sikap semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi (4). Padahal mereka mengetahui nubuat yang sama seperti yang diketahui oleh orang-orang Majus (5-6), tetapi mereka tidak memberikan tanggapan yang memadai. Yang menarik, Raja Herodes justru menunjukkan bahwa dia percaya pada berita kelahiran Mesias yang disampaikan oleh orang-orang Majus tersebut. Walaupun kalau kita telisik lebih jauh, nyata kemudian bahwa tanggapan itu lahir dari motivasi yang salah.

Bila Anda diperhadapkan pada firman, bagaimanakah respons Anda? Apakah seperti respons orang-orang Majus, semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, ataukah seperti Raja Herodes? Kiranya firman hari ini menjadi cermin yang menolong Anda untuk introspeksi.

God Bless You ^^

Inilah Anak yang Kukasihi


Baptisan Yohanes merupakan tanda pertobatan (Yoh 3:11). Namun Yesus datang menemui Yohanes untuk dibaptis (13). Ini menimbulkan pertanyaan, "Apakah Yesus berdosa sehingga Dia minta dibaptis? Atau jika Yesus tidak berdosa, mengapa Dia memberi diri dibaptis oleh Yohanes?"

Yesus memberi diri dibaptis sebagai tanda bahwa Dia tunduk pada kehendak Allah. Jadi kedatangan Yesus kepada Yohanes bukan sebagai orang berdosa yang perlu bertobat. Yesus tidak berdosa sehingga tidak ada satu dosa pun yang darinya Yesus harus bertobat. Mulanya, Yohanes juga merasa tidak layak untuk membaptis Yesus, karena seharusnya Yesuslah yang membaptis dirinya. Namun bagi Yesus, baik diri-Nya maupun Yohanes harus melakukan apa yang menjadi kehendak Allah (14-15).

Apa kehendak Allah bagi Yesus di dunia ini? Untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Mat 18:11; Luk 19:10). Dengan memberi diri dibaptis, Yesus menempatkan diri-Nya dalam posisi orang berdosa. Di sisi lain, tampilnya Yesus pertama kali di depan publik pada saat itu menandai awal dari masa pelayanan-Nya.

Pembaptisan Yesus oleh Yohanes kemudian mengundang penyataan Allah Bapa dari langit yang terbuka. Terlihat bahwa Allah Bapa ingin menyatakan secara terbuka kepada semua orang bahwa pembaptisan Yesus tidaklah sama dengan pembaptisan manusia lain. Pembaptisan Yesus bukan merupakan sebuah tanda pertobatan, melainkan sebuah tindakan identifikasi diri dengan para pendosa, yang didorong oleh kasih dan keinginan untuk menyenangkan hati Bapa. Maka ketika Allah Bapa berbicara dari surga, setiap orang akan tahu bahwa Yesus berbeda dengan manusia lain, karena Dia adalah Anak yang diperkenan Bapa!

Pemahaman itu kita miliki juga oleh karena kasih karunia Allah pada kita. Namun apakah pemahaman itu mendorong kita untuk bersikap seperti sikap Yohanes terhadap Kristus? Sudahkah kita menyadari benar ke-Allah-an Kristus sehingga membiarkan Dia menguasai hidup kita sepenuhnya? Periksalah sisi hidup yang masih belum Dia kuasai.

God Bless You ^^

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC