ShareThis

15 January 2011

Kesadaran iman

Ayat : Lukas 7:1-10

Pelayanan Yesus melintasi batas ras. Bukan lagi hanya mencakup lingkup orang Yahudi, tetapi juga merambah ke orang nonYahudi. Yesus memang datang untuk semua orang, tetapi orang harus merespons Dia dengan iman.

Orang nonYahudi pertama yang beriman kepada Yesus, dalam injil Lukas, adalah seorang perwira Kapernaum. Sebelumnya ia memang seorang simpatisan Yahudi. Ini terbukti dari dukungannya terhadap pembangunan rumah ibadat Yahudi (5). Tampaknya ia mendengar juga tentang Yesus dan kuasa-Nya. Lalu imannya lahir dan muncullah pengharapan ketika ia harus menghadapi hambanya yang sakit. Namun tidak seperti pejabat tinggi yang pada umumnya senantiasa ingin diprioritaskan, ia menganggap diri sebagai orang yang tidak layak menemui Yesus. Ia sadar benar bahwa dirinya bukanlah orang Yahudi. Karena itu melalui beberapa tua-tua Yahudi, sang perwira mengajukan permohonan (3). Ya permohonan, bukan perintah, walau ia seorang perwira.

Sadar akan kerendahan dirinya di hadapan Yesus, ia merasa tak layak bila Yesus harus datang ke rumahnya. Namun sebagai seorang perwira, ia tahu benar arti sebuah otoritas. Pengenalan dan imannya pada Yesus membuat ia paham bahwa Yesus memiliki otoritas atas penyakit, seperti dirinya memiliki otoritas atas para bawahannya. Dengan otoritas yang ada pada dirinya, ia bisa memerintah bawahannya. Maka ia yakin pula bahwa dengan otoritas yang ada pada Yesus, maka tanpa perlu repot-repot mendatangi rumahnya, Yesus dapat menyembuhkan hambanya hanya dengan berfirman. Betapa dalamnya iman sang perwira kepada Yesus, dan betapa dalam pemahamannya akan kuasa Dia. Seolah ia sudah lama mengenal Yesus.
Sudah berapa lama Anda kenal Yesus? Sudah seberapa dalam iman Anda kepada Dia? Coba ingat, mana yang lebih sering muncul ketika Anda bermasalah: keyakinan bahwa Tuhan pasti berkarya atau justru sebaliknya? Kiranya Tuhan menolong kita untuk menjalani masalah hidup dengan iman bahwa Dia berkuasa dan bersedia menolong kita.

God Bless ^^

Hidup orang percaya

Ayat : Lukas 6:43-49

Anda tentu pernah mendengar istilah "Kristen KTP". Ada yang mengartikan istilah itu sebagai orang yang kekristenannya hanya tertulis di KTP saja, tetapi kehidupannya sama sekali tidak menggambarkan bahwa dia adalah pengikut Kristus. Namun ada juga yang mengartikan "Kristen KTP" sebagai Kristen Tanpa Pertobatan. Semoga kita tidak termasuk ke dalam golongan orang yang demikian.

Banyak orang mendeklarasikan diri sebagai orang percaya yang penuh dengan Roh Kudus, tetapi buah yang dihasilkan berbeda jauh dari apa yang diperintahkan Tuhan dalam firman-Nya. Tidak terpancar sedikit pun hal-hal yang baik, yang dapat menunjukkan identitasnya sebagai orang percaya. Padahal sebagai orang percaya di dalam Kristus, kita harus meninggalkan kehidupan yang lama. Mengapa? Karena hidup yang lama penuh dengan keinginan daging dan hawa nafsu. Lagi pula pola kehidupan lama merupakan perseteruan dengan Allah. Oleh sebab itu perlu ditanggalkan dan dimatikan.

Ketika kita percaya dan lahir baru di dalam Kristus, kita diberi kehidupan yang baru. Ini membuat kita menjadi pribadi yang kokoh. Dari kehidupan yang baru itu terpancar perbuatan-perbuatan yang baru, yang berbeda dari perbuatan yang dihasilkan dari kehidupan yang lama. Sama seperti setiap pohon dikenal dari buahnya (44), demikian juga kita dikenal dari perbuatan kita. Dan perbuatan kita itu menggambarkan apa yang sesungguhnya ada di dalam hati kita (45). Karena hati adalah sumber dari segala tindakan yang kita lakukan, maka kita harus menjaganya. Caranya? Dengan mengisinya dengan kebenaran Allah. Roh Kudus yang berdiam di dalam hati kita akan memberi kita kuasa untuk menghasilkan buah kebenaran seperti yang Tuhan kehendaki.

Buah yang baik hanya akan dihasilkan oleh pohon yang baik. Bila Anda ingin menjadi pohon yang baik, yang akan menghasilkan buah yang baik, Anda memerlukan karya transformasi Allah dalam hidup Anda. Maka mintalah Allah melakukannya dalam diri Anda hingga citra-Nya nyata dalam hidup Anda.

God Bless ^^

Jangan menghakimi

Ayat : Lukas 6:37-42

Biasanya, kita cenderung lebih mudah mengasihi orang-orang yang dikenal atau orang-orang yang kepadanya kita memiliki hubungan baik. Namun akan sulit bagi kita untuk mengasihi orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan kita. Malah lebih mudah bagi kita untuk melihat kekurangan-kekurangan yang ada pada dia.
Yesus menginginkan kita saling mengasihi, bukan saling menjatuhkan. Lalu bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang mengasihi? Yaitu dengan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kasih yang kita terima dari Allah dalam hidup kita harus kita alirkan dan nyatakan kepada orang lain. Jangan menghakimi dan jangan menghukum (37) karena ini akan menghasilkan permusuhan, kebencian, dan perkelahian. Hal ini juga tidak memuliakan nama Tuhan, karena dengan begitu kita tidak menjadi berkat bagi orang lain. Yang Tuhan inginkan dari kita adalah agar kita mengasihi sesama dan saling mengampuni (37). Itulah tindakan nyata yang harus kita lakukan terhadap orang lain karena kasih Allah yang telah ada dalam hidup kita. Kalau kita mengasihi maka kita akan dikasihi, kalau kita membenci maka kita akan dibenci.

Memang lebih mudah bagi kita untuk menilai orang lain dibanding melihat ke dalam diri sendiri. Untuk itu kita perlu membangun diri kita yang rapuh ini dengan nilai-nilai yang berasal dari kebenaran firman Tuhan. Hanya dengan mengisi diri kita dengan firman Tuhan, maka kita dapat membangun diri menjadi lebih baik sehingga kita dapat menjadi berkat bagi orang lain. Namun jika tidak, maka kita ibarat orang buta menuntun orang buta (39). Oleh karena itu penting bagi kita untuk melakukan introspeksi diri. Jangan begitu gampang menunjukkan jari kita ke wajah orang lain untuk menuding atau menyalahkan dia, sementara kehidupan kita sesungguhnya tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan dia.

Untuk itu kita memerlukan kasih dan kemurahan hati. Kasih dan kemurahan hati bukan hanya untuk didengar dan dibicarakan saja. Kita harus memiliki kasih itu karena kasih merupakan tanda bahwa kita adalah pengikut Tuhan Yesus Kristus yang sejati.

God Bless ^^

Keistimewaan anak-anak Allah

Ayat : Lukas 6:27-36

Salah satu keistimewaan yang dimiliki orang Kristen adalah kemampuannya untuk mengasihi orang, bahkan yang telah menyakiti hatinya sekalipun. Namun sayangnya, tidak semua orang Kristen menyadari keistimewaan ini dan cenderung mengabaikannya.

Yesus menyebut keistimewaan ini dengan kata jasa (34), yaitu sesuatu yang membedakan kita dengan orang lain (orang berdosa). Keistimewaan ini sendiri merupakan karakter Allah Bapa yang diturunkan pada anak-anak-Nya (35). Ini berarti, bahwa jika kita mengaku sebagai anak-anak dari Bapa sorgawi kita, kita pasti bisa melakukan apa yang Bapa ingin untuk kita lakukan.

Secara manusiawi, tentu bukan suatu hal yang mudah untuk melakukan hal baik seperti mendoakan, memberkati, dan memberikan pinjaman kepada orang yang telah berbuat jahat terhadap kita. Mungin kita malah berkata, "boro-boro mau mendoakan, saya tidak membalasnya saja sudah bagus".

Namun firman Tuhan yang kita baca hari ini mengajarkan bahwa mengasihi musuh adalah keistimewaan yang harus kita pertahankan, karena merupakan sifat warisan dari Bapa kita. Keberadaan kita sebagai anak Allah, ditentukan oleh bagaimana kemurahan hati Allah dapat turun atas kita. Kemurahan hati yang tidak membeda-bedakan satu sama lain. Kemurahan hati yang menganggap bahwa semua orang tanpa terkecuali, berhak menerima kasih dan perlakuan yang baik dari kita.

Mungkin saja tidak selalu mudah untuk segera memunculkan perasaan yang hangat terhadap orang yang memusuhi kita. Maka yang Tuhan minta adalah kasih yang mau atau rela melakukan sesuatu bagi mereka. Tuhan juga meminta agar kita bersikap terhadap mereka seperti yang kita inginkan orang lain bersikap terhadap kita. Maka jika ada orang yang melukai hati Anda atau orang yang membangun benteng permusuhan terhadap Anda, tunjukkanlah kemurahan hati Allah yang turun atas kita bagi mereka. Doakan mereka dan berbuat baiklah kepada mereka. Supaya sama seperti Bapa, kita pun memiliki kemurahan hati.

God Bless ^^

Bahagia dalam Tuhan

Ayat : Lukas 6:20-26

Apa definisi bahagia menurut Anda? Bahagia biasanya identik dengan kaya, makmur, sukses, sehat, atau panjang umur. Lalu apa maksud Yesus bila Ia mengatakan bahwa yang miskin, yang lapar, yang menangis, yang dibenci, dan yang dikucilkan adalah orang yang berbahagia? Sementara yang kaya, yang kenyang, yang tertawa, dan yang dipuji orang justru adalah orang yang celaka. Apakah itu berarti Yesus melarang orang hidup dalam kelimpahan dan menikmati kenyamanan merupakan dosa?

Yesus bukan menolak kekayaan, tetapi menolak kebodohan yang sering kali dimiliki oleh orang-orang kaya karena kekayaannya. Orang kaya semacam ini merasa puas dengan kekayaannya dan menjadikan kekayaan itu sebagai andalan dalam hidupnya. Akibatnya, kekayaan bisa membuat seseorang menjadi lupa diri, menganggap diri sanggup melakukan segala sesuatu karena kekayaannya. Atau menganggap orang lain bisa tunduk pada dia karena kekayaannya. Manusia sering lupa bahwa kebahagiaan yang ditimbulkan oleh kekayaan sebenarnya hanya bersifat sementara. Mereka mengejarnya tanpa henti dan melupakan Tuhan sebagai sumber dari segala kekayaan yang dia miliki. Itu sebabnya di ayat 20-22 Yesus menyatakan bahwa orang yang miskin, lapar, dan dibenci orang adalah orang yang berbahagia. Mengapa demikian? Karena orang-orang seperti itulah yang mampu hidup dalam kerendahan hati dan kesadaran diri di hadapan Allah. Mereka yang miskin dan menderitalah yang cenderung mengandalkan penghiburan, pembelaan, kekuatan dan kecukupan yang dari Tuhan.

Bagian firman Tuhan ini bukan menuntut kita untuk hidup menderita dan menghindari kekayaan atau kebahagiaan. Kita justru sedang diarahkan untuk sampai pada pemahaman tentang kebahagiaan yang sejati dan dituntun untuk mampu menikmati kebahagiaan itu. Itulah kebahagiaan yang timbul karena adanya kesadaran bahwa Tuhan adalah Sumber kehidupan. Marilah kita menjadikan kekayaan sebagai alat untuk melayani orang lain dan melaluinya Allah dipermuliakan juga.

God Bless ^^

Memuridkan itu penting

Ayat : Lukas 6:12-19

Seorang teolog terkenal bernama Dietrich Bonhoeffer pernah berkata, "Christianity without discipleship is always Christianity without Christ" (kekristenan tanpa pemuridan adalah kekristenan tanpa Kristus).
Di dalam perintah-Nya yang tertulis dalam Injil Matius, yang diucapkan sebelum Dia terangkat ke sorga, Yesus berkata, "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku...". Jelas, pemuridan bukan pilihan melainkan keharusan. Perintah ini sendiri sering disebut sebagai amanat agung.

Alasan berikut adalah, karena Yesus sendiri telah melakukan pemuridan semasa pelayanan-Nya di dunia. Ia memilih beberapa orang untuk dijadikan murid selama Ia melayani di dunia. Begitu pentingnya murid dan pemuridan itu sehingga proses pemilihan didahului dengan doa semalaman (12). Orang-orang yang akan Dia pilih jadi murid adalah orang-orang yang bukan hanya akan mempelajari mata pelajaran tertentu, melainkan mereka akan mengikuti Dia kemana pun Dia pergi. Mereka akan berada dalam relasi yang dekat dengan Dia. Merekalah yang akan menjadi fondasi dari kelompok orang-orang pilihan Tuhan yang baru. Mereka juga yang kelak akan melanjutkan pelayanan-Nya setelah Ia meninggalkan dunia ini. Orang-orang itu kelak akan menyebarluaskan ajaran Kristus ke seluruh penjuru dunia. Melihat tugas berat dan mulia yang akan mereka pikul kemudian, tak heran bila Yesus menghabiskan waktu semalaman untuk berdoa. Yesus merasa perlu menyelidiki dan mengetahui kehendak Bapa dalam hal itu. Dia tidak ingin memilih hanya berdasarkan pertimbangan dan kehendak-Nya sendiri saja.

Pemuridan penting juga bagi gereja masa kini. Dengan pemuridan, warga gereja diajar bagaimana harus hidup sebagai pengikut Kristus. Dengan pemuridan, orang percaya tahu bahwa dia hidup saleh bukan agar dirinya masuk surga. Dia pun harus sadar bahwa dia harus berbagi kabar baik dengan dunia hingga orang lain dapat mendengar dan menerima anugerah Kristus yang mulia itu. Sehingga makin banyak orang yang bersedia jadi murid-Nya.

God Bless ^^

Dikepung musuh? Siapa takut!

Ayat : Mazmur 3

Mengapa banyak orang yang tidak bisa tidur di malam hari? Dibebani dengan masalah yang belum selesai? Takut pencuri dan perampok? Khawatir dengan hari esok yang tidak pasti?

Daud pernah mengalaminya saat ia harus lari dari Absalom, putranya yang mengkudeta dia (lihat 2 Sam. 15). Malam hari bagi Daud saat itu adalah saat ia diburu rasa takut akan kejaran musuh yang hendak membinasakan dia. Absalom saat itu punya banyak pengikut. Bahkan di antaranya ada orang dekat Daud yang berkhianat. Merekalah yang berkata, "baginya (Daud) tidak ada pertolongan dari pada Allah" (3).
Bagaimana Daud menghadapi situasi ini? Di tengah rasa takut dan panik, Daud menengadahkan mukanya ke langit. Dengan iman ia berseru meminta pertolongan kepada Tuhan. Daud tahu Tuhan pasti menolong karena Tuhan telah terbukti pada masa lampau mengalahkan musuh-musuhnya, yaitu orang-orang yang tidak takut akan Tuhan (8). Daud tahu bahwa Tuhan akan melindungi dirinya sebagai raja Israel karena Tuhan adalah penolong umat-Nya (9). Di gunung-Nya yang kudus, Tuhan menjawab Daud (5). Gunung kudus melambangkan kehadiran Allah di tengah umat-Nya (lihat Kel. 19). Maka, di tengah malam pelarian Daud berkata, "Aku membaringkan diri, lalu tidur; aku bangun sebab Tuhan menopang aku" (6). Musuh sebanyak apa pun yang mengejar di belakang dirinya, Daud tidak lagi takut. Tuhan pasti menolong dia.

Ada penafsir yang mengatakan bahwa Mazmur 3 ini bukan mazmur keluhan melainkan mazmur keyakinan. Memang dimulai dengan rasa takut, tetapi justru berbalik dan dominan pada perasaan yakin bahwa Tuhan akan menolong.

Mungkin kita sering khawatir karena keberadaan orang yang selalu ingin menjatuhkan kita. Namun Tuhan yang kita sembah adalah Tuhan yang berkuasa dan penuh belas kasih. Ia pasti menolong kita.

God Bless ^^

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC