ShareThis

22 March 2012

DIBUANG VS DIUTUS


Dua pemuda hanya diterima di Perguruan Tinggi Negri (PTN) pilihan terakhir mereka. Meski kecewa keduanya pun mulai kuliah. Bedanya, yang pertama merasa "terbuang" dan sekadar bertahan; sedangkan yang kedua kuliah sebaik mungkin, karena percaya Tuhan punya rencana indah dengan menempatkannya di sana. Ia menjadi mahasiswa yang meraih prestasi berskala nasional, membuat bangga baik kampus maupun orangtuanya.

Allah, melalui nabi Yeremia, meminta umat-Nya dalam pembuangan memilih sikap seperti mahasiswa kedua tadi. Sebagai keturunan Abraham, bangsa Israel telah dipilih untuk diberkati dan memberkati segala bangsa (bandingkan Kejadian 12:1-3). Memang tujuh puluh tahun di Babel adalah hukuman atas pelanggaran mereka, namun rancangan berkat Allah tetap akan digenapi pada waktu-Nya (ayat 10-14). Tak heran Allah mengutus mereka mengusahakan shalom di tempat yang tidak mereka suka itu (ayat 7). Allah mau mereka hidup normal, bahkan maksimal (ay 4-6), sebagai wujud kesaksian umat pilihan-Nya di tengah bangsa asing. Dalam perspektif surga, bangsa yang dibuang itu sebenarnya juga sedang diutus Allah.

Baru pindah rumah, kuliah, atau bekerja di tempat yang tidak kita sukai? Sebagai murid Kristus, kita punya dua pilihan sikap. Pertama, kita bisa berkata: "Tempat dan orang-orang yang tak kusukai ini tidak menjanjikan masa depan buatku!" Kedua, kita bisa berkata: "Aku akan lakukan yang terbaik. Allah ada di tempat ini, dan Dia punya rencana atas hidupku, juga atas tempat dan orang-orang yang tidak kusuka ini melalui hidupku." Sikap mana yang Anda pilih?

God Bless ^^

SESAMA VERSI SIAPA?


Operator telepon seluler di Indonesia berlomba-lomba memberikan tarif yang termurah bagi pelanggan, meski tarif murah itu berlaku hanya untuk sesama operator. Asal bertelepon dan berkirim pesan sesama operator, pasti menguntungkan. Saya pun mengamati munculnya kata sesama versi baru. Sesama berarti berada dalam komunitas yang sama, menggunakan jasa yang sama, dan menikmati keuntungan yang sama.

Kata sesama juga muncul dalam Hukum Kasih yang sudah turun-temurun diperdengarkan di kalangan orang Israel. Ketika seorang Ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus mengenai siapakah sesamaku manusia itu, Tuhan Yesus sama sekali tidak menjawab tentang kesamaan bangsa, kepandaian, agama, jenis kelamin, status sosial, maupun fasilitas yang diterima. Sangat menarik! Yesus justru memberikan perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati. Tatkala ada seseorang yang jatuh ke tangan penyamun, dirampok, dipukul, dan ditinggalkan tak berdaya di jalan, siapakah yang turun menolong (ayat 30)? Imam dan orang Lewi, yang terkenal karena reputasi keagamaannya, melintasi jalan itu, tetapi tidak menggubris juga tidak berbelas kasih. Lalu, lewatlah orang Samaria. Ia menolong orang tersebut sampai tuntas dan pulih.

Orang Samaria bukan berasal dari komunitas sesama. Ia tidak menikmati keuntungan dari menolong orang yang tertimpa musibah itu. Ia justru harus repot, kehilangan waktu, tenaga, dan dana. Namun, inilah versi sesama yang Tuhan Yesus tegaskan kepada ahli Taurat, yaitu siapa pun yang menunjukkan hati yang berbelas kasih kepada orang yang membutuhkan seperti hati-Nya. Bagaimana dengan kita? Sudahkah Anda dan saya menjadi sesama versi Tuhan Yesus?

God Bless ^^

INIKAH KEHENDAK TUHAN?


Betapa menyenangkan jika kita bisa memastikan apa kehendak Tuhan setiap hari. Apa yang harus dilakukan dalam keluarga, pekerjaan, pendidikan anak, dan sebagainya. Seperti Abraham yang begitu yakin dalam langkah-langkahnya mencarikan isteri bagi Ishak, anaknya. Begitu yakinnya hingga ia berkata Tuhan akan mengutus malaikat-Nya untuk mewujudkan hal itu (ayat 7).

Bagaimana Abraham memastikan bahwa Tuhan menghendaki Ishak menikah, bahwa isterinya tidak boleh berasal dari Kanaan (ayat 3), dan bahwa Ishak tak boleh kembali ke negeri asalnya (ayat 6)? Bukankah

Tuhan tak pernah memerintahkannya secara detail? Kita melihat bahwa keyakinan Abraham berasal dari imannya kepada Firman yang sudah Tuhan berikan. Tuhan berjanji ia akan menjadi bangsa yang besar melalui keturunan Ishak (lihat Kejadian 17:15-19; 22:16-18). Karena itu, Abraham tak ragu Ishak harus menikah. Tuhan juga berfirman akan menghukum orang-orang Kanaan karena kejahatan mereka (lihat Kejadian 15:16, orang Amori mewakili para penyembah berhala di Kanaan). Jelas bagi Abraham, Ishak tak boleh beristerikan orang Kanaan. Tuhan juga telah memanggil Abraham keluar dari negerinya untuk memiliki tanah Kanaan (lihat Kejadian 13:14-15; 15:18-21). Abraham percaya janji Tuhan sehingga ia tak memperbolehkan Ishak kembali ke negeri asalnya.

Kerap kita ingin mengetahui kehendak Tuhan, tapi begitu sedikit memperhatikan, merenungkan, dan memercayai Firman yang sudah diberikan-Nya pada kita. Hanya ketika kita bertekun dan menaati apa yang sudah difirmankan Tuhan, kita dapat memiliki iman seperti Abraham, "Saya tak tahu segalanya, tapi saya tahu ini selaras dengan Firman Tuhan, jadi saya akan bertindak.

God Bless ^^

LAYAK DIPERCAYA


Saya mengenal sebuah persekutuan gereja-gereja mengusung tema tahunan: "Komunitas yang Layak Dipercaya". Gereja ini sadar bahwa kesaksian hidup umat kristen secara utuh mesti sedemikian mantap hingga membuat siapa pun yang berurusan dengannya juga merasa mantap, nyaman, tenteram, dan aman. Namun, dalam tempat atau situasi tertentu, bisa jadi praktiknya tidak mudah.

Perbedaan tempat, perbedaan situasi tidaklah meredupkan kualitas hidup Yusuf. Di mana pun ia berada, orang percaya kepadanya dan memercayakan pekerjaan penting kepadanya. Di rumah Potifar yang mewah, maupun dalam penjara yang keras (ayat 4, 22). Mengapa bisa demikian? Karena Yusuf pintar dan terampil dalam hal manajemen? Bisa jadi. Namun bagi penulis kitab Kejadian, alasan utamanya adalah karena "Tuhan menyertai Yusuf dan membuat apa yang dikerjakannya berhasil" (ayat 2, 23). Yusuf menyadari hal itu. Ia tahu Tuhan memperhatikan pilihan-pilihan yang ia ambil saat bekerja (ayat 9), karena itu tentu ia senantiasa melakukan yang terbaik sebagai wujud penghormatan dan kasihnya pada Tuhan.

Semua orang tentu ingin disertai Tuhan seperti Yusuf dan berhasil. Namun, apakah kita juga sungguh menyertakan Tuhan dalam apa yang kita kerjakan? Menyertakan Tuhan berarti peduli pada pilihan-pilihan yang selaras dengan Firman-Nya, apa pun situasinya. Pilihan-pilihan yang demikian dapat dipercaya. Sudah seharusnya orang-orang yang bersentuhan hidup dengan kita merasa mantap dan aman, karena tahu mereka berurusan dengan anak-anak Tuhan yang selalu menyertakan Tuhan dalam segala perkara.

God Bless ^^

DIA PASTI DATANG


Dalam kaitan dengan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali, ada kelompok orang kristiani yang disebut eschatomania atau mereka yang sangat gemar membicarakan bahkan sampai meramal kedatangan-Nya. Namun, ada juga kelompok eschatophobia, yaitu mereka yang tidak suka membahas topik ini. Mereka tidak peduli dan mengabaikan setiap kebenaran yang berkenaan dengan kedatangan Kristus yang kedua kali.

Namun, dengan jelas Alkitab menandaskan bahwa suka atau tidak suka, Kristus akan datang untuk yang kedua kalinya. Setiap kita pasti akan berhadapan dengan hari istmewa itu, entah semasa kita masih hidup atau ketika kita sudah meninggal. Akan tetapi, kedatangan­Nya juga tidak dapat ditentukan karena sifatnya seperti pencuri di malam hari (ayat 2). Kebenaran ini mendorong setiap kita untuk memiliki pandangan dan sikap yang tepat terhadap topik ini. Yang pertama berkenaan dengan nasib kita di hari penghakiman kelak. Dikatakan dengan jelas bahwa kelak, hanya mereka yang sungguh percaya kepada Kristus yang akan luput dari murka Allah (ayat 9). Yang kedua adalah sikap hidup yang sewajarnya kita tampakkan dalam menantikan perjumpaan dengan-Nya. Dalam kedua hal inilah kita pantas mawas diri.

Apakah Anda telah memiliki kepastian bahwa Anda akan hidup bersama Dia kelak? Dari mana Anda mengetahuinya? Kemudian, jikalau kita mengaku sebagai anak terang dan anak siang (ayat 5), cara hidup seperti apakah yang selama ini kita tampakkan? Kiranya kepastian keselamatan kita memiliki tumpuan yang kuat dan cara hidup kita memperlihatkan kepastian yang kita miliki itu.

God Bless ^^

KASIH DAN HUKUMAN


Pernahkah Anda mendengar ungkapan: "Anda dapat memberi tanpa mengasihi, tetapi Anda tidak dapat mengasihi tanpa memberi"? Kasih kerap kali diidentikkan dengan tindakan memberi. Pemahaman ini tidak keliru, hanya tidak lengkap, karena kasih bisa juga di­wujudkan dalam bentuk hukuman. Tujuannya, supaya orang yang dikasihi menyadari kesalahannya.

Demikan halnya seruan Hosea kepada umat Israel yang pada saat itu hidup dalam penyembahan berhala dan kefasikan. Digambarkan di sini, Efraim terserang penyakit dan Yehuda terserang bisul. Bukannya berlari kepada Tuhan, mereka malah ke Asyur, minta penyembuhan kepada Raja 'Agung' (ayat 13). Akibat ketidaksetiaannya, mereka menerima hukuman yang tak ringan: Tuhan "menerkam" dan "memukul" mereka (ayat 1). Tuhan menghendaki umat pilihan hidup setia dan percaya kepada Pribadi dan kuasa-Nya, bukan kepada berhala atau ilah lain. Tuhan menghukum supaya hidup umat pilihan kembali seturut perintah-Nya. Dalam hukuman terselip kasih Allah kepa­da Israel. Dan, siapa pun yang berbalik; mengaku salah dan mencari wajah-Nya (ayat 15) akan Dia pulihkan-Dia "sembuhkan" dan "balut" (ayat 1) serta Dia "hidupkan" (ayat 2).

Kita meyakini bahwa Allah mengasihi kita. Namun, saat kita membelakangi Allah, kasih-Nya kerap kali dinyatakan melalui penghukuman. Hukuman menjadi sarana Allah mendisiplin kita. Bagaimanakah respons kita saat menerima disiplin dari Allah? Bersyukurlah untuk kasih-Nya. Jangan mengeraskan hati. Kini saatnya berbalik, mengaku bersalah, dan kembali mencari wajah-Nya.

God Bless ^^

SAYA BERIMAN ...


Kata "iman" sangat kerap disebut dalam percakapan sesehari tanpa lagi dipikirkan kebenarannya. Pasti kita pernah mendengar kalimat seperti: "Mari kita beriman bahwa hari ini tidak akan hujan" atau "Kita beriman bahwa Tuhan akan mencukupi pendanaan retret ini, " dan sebagainya. Namun, inikah yang dimaksud dengan iman?

Ketika Allah meminta Nuh untuk membuat bahtera karena Allah akan menghukum manusia dengan air bah, dengan segera ia melakukannya (ayat 22). Secara manusiawi ia sebenarnya tidak memiliki cukup dasar untuk memercayai perintah dan janji semacam itu. Namun, ia tidak menuntut Allah untuk memberikan gerimis sepanjang tahun atau banjir selutut terlebih dahulu untuk sekadar menopang keyakinannya. Baginya, Allah sendirilah jaminan dari penggenapan janji tersebut. Kepercayaannya bertumpu kepada Pribadi Allah dan Firman-Nya. Ia percaya bahwa apa yang dikatakan Allah senantiasa benar dan bahwa Dia sanggup menepati perkataan-Nya. Itulah respons dari hidup yang bergaul dengan Allah (ayat 9). Itulah iman! Iman adalah wujud penghormatan kepada Allah yang kita percayai kesempurnaan-Nya. Iman yang semacam ini akan ditindaklanjuti dalam ketaatan yang tanpa syarat.

Bagaimana selama ini kita melatih iman kita? Apakah kita berupaya memahami setiap perintah dan janji Allah dengan benar? Apakah kita gemar menaati apa yang jelas-jelas Allah nyatakan atau kita lebih suka mengklaim apa yang belum tentu Allah maksudkan? Hati-hati kalau ternyata selama ini kita justru banyak meyakini hal-hal yang tidak pernah Allah perintahkan atau janjikan.

God Bless ^^

TIGA KEMUNGKINAN


Banyak orang belum percaya, baik yang ada di luar maupun di dalam gedung gereja, mengakui Yesus sebagai nabi besar atau guru agung yang menolong umat manusia mengenal Tuhan dan hidup lebih baik. Setujukah Anda?

Bacaan hari ini memuat salah satu percakapan Yesus dengan orang-orang pada zamannya. Saat itu bangsa Yahudi berada dalam kungkungan penja­jah Romawi dan sangat menantikan pembebasan oleh Mesias yang dijanjikan Tuhan. Melihat hikmat dan pekerjaan Yesus yang luar biasa, mereka sangat penasaran apakah Yesus adalah Mesias itu (ayat 24). Jawaban Yesus sangat menggoncangkan, sampai-sampai mereka mau melempari-Nya dengan batu (ayat 31). Mengapa? Karena Yesus menyatakan diri sebagai Tuhan (ayat 33) dengan mengatakan bahwa pekerjaan-Nya menyaksikan ketuhanan-Nya (ayat 25), Dia dapat memberi dan menjamin hidup kekal (ayat 28-29), Dia dan Tuhan adalah satu (ayat 30). Orang-orang yang mendengarkan tidak dapat mengambil posisi netral. Jika pernyataan-Nya keliru, itu berarti penghujatan yang harus dihukum rajam. Jika pernyataan-Nya benar, artinya mereka harus menyembah Dia sebagai Tuhan.

C.S. Lewis menyimpulkan bahwa seorang manusia biasa yang berkata-kata seperti Yesus pastilah bukan nabi besar atau guru moral yang agung, karena tokoh yang demikian tak mungkin meng­aku sebagai Tuhan. Bisa jadi ia orang gila, atau ia seorang penipu. Mungkinkah Yesus tidak waras? Seorang pembohong besar? Atau ... Dia benar Tuhan yang layak mendapatkan penghormatan dan penyembahan kita secara total? Menurut Anda, siapakah Yesus, dan bagaimana Anda seharusnya bersikap terhadap-Nya?

God Bless ^^

PENGENALAN YANG MENGHANGATKAN


Seorang perempuan Samaria yang kemungkinan besar adalah pelacur terlibat percakapan dengan Tuhan Yesus. Uniknya ia menunjukkan ketertarikan akan perkara-perkara rohani dengan menanyakan tentang tempat penyembahan yang benar (ayat 20). Entah hanya karena iseng atau hal tersebut sudah lama ada di benaknya, percakapan tersebut membawanya kepada pengetahuan yang benar akan Allah.

Yesus tidak menyebutkan tempat tertentu. Dia lebih tertarik mengajar tentang penyembahan yang benar, yaitu penyembahan dalam roh dan kebenaran (ayat 23-24 ). Yesus lalu menjelaskan maksud-Nya. Kita menyembah dalam roh, karena Allah adalah Roh. Roh kita diciptakan untuk bergaul dengan Penciptanya, sehingga hubungan kita dengan Tuhan itu lebih penting daripada sekadar ritual atau liturgi; lebih penting daripada soal tempat, waktu atau hal-hal fisik. Kita juga harus menyembah dalam kebenaran. Kita harus belajar dari Firman Tuhan tentang siapa dan seperti apa Allah yang kita sembah, bukan membuat gambaran Allah seturut apa yang kita inginkan sendiri.

Seringkali kita lebih suka berada di salah satu kubu. Entah di kubu yang menekankan kehangatan hubungan dengan Tuhan, tetapi mendefinisikan Tuhan menurut pengertian sendiri, atau di kubu yang menekankan pentingnya pengenalan akan Allah tanpa pernah membangun kehangatan hubungan dengan-Nya. Biarlah kekariban bersama Allah mendorong kita untuk semakin mengenal Dia. Dan, biarlah pemahaman kita yang makin dalam akan Allah menghangatkan terus persahabatan kita dengan-Nya.

God Bless ^^

DOA VS MANTRA


Dalam hikayat 1001 Malam dikisahkan tentang Alibaba yang menjadi kaya gara-gara menemukan mantra untuk membuka gua berisi harta yang disimpan para penyamun. Siapapun orangnya, yang penting ia mengucapkan mantra dengan benar, akan dapat membuka atau menutup gua tersebut, dan tentunya menikmati harta yang tersimpan di dalamnya.

Ketika Yesus mengajar para murid-Nya, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu, " apakah Dia juga sedang mengajarkan bahwa doa itu bekerja seperti mantra? (ayat 7-8). Ayat 9-11 memberitahukan bahwa poin sebenarnya adalah Yesus sedang mendorong dan menolong setiap orang percaya untuk berdoa secara benar. Pertama, kita berdoa karena kita ini anak-anak Allah. Doa merupakan sarana berkomunikasi dan sarana meminta kepada Bapa di Surga. Yesus mendorong kita untuk berani menyapa dan meminta. Kedua, kita berdoa karena Allah sendiri yang meminta kita berdoa. Dia selalu mendengar dan menjawab doa. Tidak selalu jawaban-Nya itu tepat seperti yang kita minta, tapi kasih-Nya yang sempurna menjamin pemberian terbaik untuk anak-anak-Nya.

Kita hidup di zaman yang serba mudah dan cepat, tetapi doa sama sekali bukan mantra yang menjamin terkabulnya semua keinginan kita. Mari bertekun melakukan bagian kita: meminta, mencari, mengetuk. Katakan kepada Allah segala kebutuhan maupun isi hati kita (bandingkan: Filipi 4:6; Mazmur 62:9). Di dalam keinginan untuk memuliakan Allah, mungkin kita keliru meminta batu atau ular. Namun di dalam hikmat-Nya selalu roti dan ikan yang diberikan-Nya!

God Bless ^^

BLIND SPOT


Kaca spion menolong kita melihat kendaraan lain di belakang tanpa perlu menoleh. Namun, ada area da­lam jarak tertentu yang tak bisa dili­hat lewat kaca spion-disebut "titik-buta" (blindspot). Satu-satunya cara untuk melihatnya hanyalah dengan menoleh. Sesuatu di area "titik-buta" harus selalu kita tengok dengan sadar, bersengaja, dan waspada. Baru kita bisa melihatnya ada.

Jarak yang dekat seyogianya mem­buat sesuatu lebih mudah dilihat. Na­­mun, nyatanya tak selalu demikian. Sesuatu yang dekat kadang kala justru menjadi "titik buta" yang kerap luput dari pengamatan. Hal itu pu­la yang dialami oleh si anak sulung dalam perumpamaan Tuhan Yesus. Kedekat­an si sulung dengan sang ayah tak lantas membuatnya sanggup "melihat" kasih dan kebaikan hati sang bapa (ayat 29-30). Ia adalah anak-yang juga memiliki apa yang dimiliki sang bapa (ayat 31), tetapi ia punya "titik buta" akan kebaikan bapanya. Ia pun terkejut saat kebaikan itu dilimpahkan kepada si adik yang pulang dari ketersesatannya (ayat 30). Padahal kebaikan yang sama telah tersedia baginya tiap hari-begitu dekat.

Apakah tanpa sadar kita menjadi seperti si sulung-mengalami anugerah dan berkat dalam keseharian: udara sejuk, panca indera yang berfungsi normal, orangtua, saudara, anak, tempat tinggal, tenaga dan kendaraan untuk bekerja, kesempatan bersekolah, rasa kantuk dan tempat tidur, tetapi lupa melihat dan mensyukuri Sang Pemberi. Mungkin saja Dia yang begitu dekat tak lagi kita rasakan kehadiran-Nya. Lalu penyertaan-Nya kita anggap bukan lagi hal yang istimewa. Sadari dan nikmatilah waktu-waktu Anda di dekat-Nya-dan bersyukurlah.

God Bless ^^

BERTANYA KEPADA TUHAN


Setiap orang selalu menginginkan keberhasilan dalam hidupnya, Dan, kunci untuk menggapai keberhasilan, misalnya dengan belajar tekun serta bekerja keras. Itu sajakah? Mari melihat pengalaman Daud dan mengamati apa yang menjadi kunci keberhasilannya.

Kabar penobatan Daud menjadi raja telah sampai di telinga orang Filistin dan mereka berencana menangkap Daud. Peperangan bukanlah hal baru bagi Daud; kemenangan-kemenangan telah banyak ia raih. Wajar jika ia, dengan percaya diri dan dengan mengandalkan strategi perang yang ia pelajari, maju bersama pasukannya. Namun, tidak demikian ceritanya. Dalam dua kesempatan berbeda, Daud selalu bertanya kepada Allah sebelum berperang (ayat 10, 14) dan kemudian menjalankan apa yang telah diperintahkan-Nya (ayat 11, 15). Usai kemenangan gemilang yang pertama, mengalir pengakuan dari mulut Daud: "Allah telah menerobos musuhku dengan perantaraanku seperti air menerobos" (ayat 11). Ia mengaku bahwa ia hanyalah perantara. Allahlah yang menerobos di antara kekuatan lawan; masuk seperti air. "Bertanya kepada Tuhan" bukanlah formula keberhasilan. Dengan bertanya, sesungguhnya Daud tengah menundukkan diri pada kuasa-Nya, mengikuti cara Tuhan, dan mengandalkan-Nya.

Dalam menjalani hidup, kita kerap dihadapkan pada pilihan, keputusan, dan tantangan yang tak gampang. Apakah kita berdoa dan bertanya kepada Tuhan saat menghadapi semua itu? Lebih jauh lagi, apakah dengan bertanya kepada-Nya, kita juga tengah mengalasi hati dengan penundukan diri dan kesiapan diri menjalani perintah-Nya menurut cara Tuhan? Kiranya kita diberi kepekaan mendengar serta ketaatan untuk menjalankan perintah itu.

God Bless ^^

SEBULAT-BULAT HATI


Seperti gereja saat ini yang memiliki Pengakuan Iman, orang Yahudi pun demikian. Pengakuan iman mereka singkat, padat, bernas: "Dengarlah Israel, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa". Dalam istilah Ibrani ini disebut: Shema Yisrael (Dengarlah hai Israel). Melaluinya, umat senantiasa diingatkan untuk tidak menduakan Tuhan, hanya Dia satu-satunya yang mutlak disembah.

Bagaimana penerapannya? Kesederhanaan jawaban Alkitab mungkin agak mengejutkan: "Kasihilah Tuhan...." (ayat 4). Ya! kasihilah Tuhan, itu buktinya. Namun tentunya tidak dengan sembarangan, melainkan dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan. Kata orang Jawa, kanthi gumolonging manah: dengan sebulat-bulat hati! Ketika Firman ini disampaikan, Israel tidak sedang dalam penindasan sehingga perlu diingatkan untuk tidak meninggalkan Tuhan. Mereka sedang bersiap memasuki negeri perjanjian yang subur dan makmur. Namun justru tepat di saat itu Tuhan berseru: Hati-hati! Di tempat yang berlimpah berkat jasmani, manusia cenderung melupakan Tuhan (ayat 10-15).

Ya, mengutamakan Tuhan bisa jadi lebih sulit ketika hidup lancar dan berkat melimpah. Mengasihi Dia dengan segenap hati bisa jadi lebih sukar ketika banyak hal begitu menyenangkan dan menguasai wilayah hati kita. Dalam konteks inilah syahadat Israel tadi kembali menjadi penting: Tuhan itu Allah kita. Tuhan itu esa! Harta dan kenikmatan bukan Allah kita! Pasangan atau anak bukan Allah kita! Hobi dan pekerjaan bukan Allah kita! Anda bisa meneruskan daftarnya. Kasihilah Tuhan dengan sebulat-bulat hati, bukan sebagian saja.

God Bless ^^

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC