ShareThis

08 October 2011

HANYA SATU PRINSIP

Ayat : Habakuk 2:1-5


Rabbi Simlai pada abad ketiga mencatat bahwa Musa menyampaikan 365 larangan dan 248 perintah. Daud dalam Mazmur 15 menyingkatnya menjadi sebelas. Yesaya 33:14-15 meringkasnya menjadi enam. Mikha 6:8 menjadikannya tiga, dan Habakuk menyimpulkannya menjadi hanya satu prinsip, yaitu "orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya" (2:4).

Firman itu datang tatkala Habakuk mencari Tuhan, menanti jawaban atas pengaduannya (pasal 1). Tuhan menjawabnya dengan penglihatan, suatu janji, tentang pembebasan dari penindasan bangsa Kasdim dan kedatangan Mesias (pasal 2-3). Karena penglihatan itu masih menunggu penggenapannya, ada orang yang mengabaikannya. Namun, orang benar akan menantikannya dengan hidup oleh percayanya atau imannya.

Apakah iman itu? Mengapa iman dianggap sebagai esensi ketaatan kita kepada Tuhan? Habakuk 2:4 dikutip tiga kali dalam Perjanjian Baru (Roma 1:17; Galatia 3:11; Ibrani 10:38) untuk menegaskan doktrin pembenaran oleh iman. Iman, menurut penulis kitab Ibrani, mengandung dua sisi. Pertama, iman berjalan seiring dengan pengharapan. Pangkalannya sama, yaitu keyakinan yang kuat bahwa Allah akan melaksanakan segala sesuatu yang Dia janjikan dalam Kristus. Kedua, iman memperlihatkan pada mata rohani kita perkara yang tak dapat dilihat oleh mata jasmani. Iman menyambut dengan segenap hati bahwa semua firman Tuhan itu kudus, adil, dan baik. Selanjutnya, iman mendorong kita untuk menerapkan firman tersebut dengan segenap tenaga. Apakah kita menantikan penggenapan janji firman Tuhan dan hidup oleh iman?

God Bless ^^

MENULIS DAN MEMBERITAKAN

Ayat : Lukas 1:1-4


Setiap membuka situs jejaring sosial, kita selalu diperhadapkan pada sebuah kolom di mana kita bisa menulis pesan pendek atau apa saja yang terlintas di benak kita. Beberapa orang menggunakan fasilitas ini dengan bertanggung jawab, tetapi banyak juga yang tidak. Kata-kata yang tidak menyenangkan, kata-kata yang menyerang, kata-kata kotor dan melecehkan, bahkan kata-kata yang melukai orang lain, dengan begitu mudah dapat ditulis dan dipublikasikan segera melalui akun jaringan sosial yang dimiliki. Saking mudahnya menulis, si pelontar tulisan bisa ceroboh tidak memedulikan pengaruhnya bagi orang yang membaca tulisan itu.

Sangat berbeda dengan penulis injil Lukas. Ia sangat peduli bagaimana pemberitaan tentang kehidupan Yesus dapat memengaruhi mereka yang mendengarnya. Injil Lukas ini ditujukan kepada Teofilus, juga kepada kita. Lukas dengan sengaja menyelidiki segala peristiwa dengan saksama dari mulanya, untuk memastikan bahwa semua yang diberitakan adalah kebenaran semata. Lukas juga berusaha membukukannya dengan teratur mungkin agar tidak menimbulkan kebingungan atau pemahaman keliru saat orang membacanya. Buku yang baik akan sangat membantu meluruskan banyak hal.

Hari ini, kita diajak meneladani penulis Injil Lukas dalam menulis dan memublikasikan sebuah tulisan; baik itu tulisan yang sangat pendek atau tulisan yang panjang. Ingatlah bahwa setiap tulisan yang kita publikasikan, pasti akan memengaruhi orang lain. Marilah kita memastikan kebenaran berita yang akan kita sampaikan dan memilih cara penyampaian yang tepat; agar siapa pun yang membaca, dikuatkan iman dan pengenalannya kepada Kristus.

God BLess ^^

SARANG SEMUT

Ayat : Ayub 1:1-22


Suatu kali ketika pindah rumah, saya menemukan sebuah sarang semut di salah satu lemari dapur di rumah tersebut. Sebuah gundukan sarang semut yang sudah sangat besar. Saya pun mengambil obat anti serangga. Tak butuh waktu lama beberapa menit saja sarang dan koloni semut yang mungkin sudah dibangun selama berbulan-bulan itu hancur berantakan.

Apa yang terjadi pada sarang dan koloni semut itu kurang lebih sama dengan yang pernah dialami oleh Ayub. Awalnya, kehidupan Ayub sangatlah sukses. Ia adalah "... yang terkaya dari semua orang di sebelah timur" (ayat 3). Ia juga memiliki keluarga besar yang baik. Akan tetapi, suatu hari Allah mengizinkan seluruh kesuksesan tersebut diambil dari hidupnya. Segala hal yang telah ia bangun selama bertahun-tahun, tiba-tiba lenyap habis dalam satu hari saja.

Inilah realitas tentang betapa rapuhnya kesuksesan manusia. Segala keberhasilan yang dibangun selama bertahun-tahun, dapat lenyap begitu saja. Karena itu, bodohlah kalau kita menjadi sombong hanya karena saat ini kita merasa lebih berhasil daripada orang lain. Lebih bodoh lagi, kalau kita menggantikan Allah dengan kesuksesan kita. Sebab itu, hendaklah kita menggantungkan hidup hanya kepada Sang Pemberi segala keberhasilan tersebut. Lepaskan keterikatan pada segala keberhasilan kita. Agar kita menjadi pribadi yang tetap kuat berpegang kepada Tuhan dalam segala kondisi. Bahkan apabila kesuksesan tersebut diizinkan Tuhan hilang dari hidup kita seperti Ayub, kita dapat tetap berkata bahwa Tuhan berdaulat atas apa pun yang kita punya.

God Bless ^^

MENGAPA ATAU SIAPA



Ketika sesuatu berjalan tak seperti yang diharapkan, semuanya menjadi salah, atau terjadi kegagalan, maka kecenderungan alami manusia adalah mencari seseorang yang bisa disalahkan. Bahkan sejak dari Taman Eden. Ketika dosa terjadi, Adam menyalahkan Hawa. Hawa menyalahkan ular. Apabila seseorang gagal menyelesaikan pekerjaan sesuai batas waktu yang ditetapkan, apa yang biasanya ia lakukan? Secara refleks ia akan menudingkan jarinya ke orang lain. Atau, kalau tidak ada orang lain, ia akan menudingkan jarinya pada situasi di luar kekuasaannya.

Kita akan lebih cepat berkembang apabila tak punya kebiasaan melimpahkan kesalahan ke orang lain. Ketika Anda gagal, pikirkan mengapa Anda gagal, bukan siapa yang salah. Pandang situasi dengan objektif supaya lain kali kita bisa lebih baik. Bob Biehl menganjurkan daftar pertanyaan untuk membantu menganalisis kegagalan: 1. Pelajaran apa yang saya petik?; 2. Apakah saya berterima kasih atas pengalaman ini?; 3. Siapa lagi yang telah gagal seperti ini sebelumnya, dan bagaimana orang itu bisa menolong saya?; 4. Apakah saya gagal karena seseorang, karena situasi, atau karena diri sendiri?; 5. Apa saya benar-benar gagal, atau saya mengejar standar yang terlalu tinggi?

Orang yang menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka takkan pernah mengatasinya. Untuk mencapai potensi dan karakter yang diinginkan Allah, kita harus terus memperbaiki diri. Kita tak dapat melakukannya jika tidak mengambil tanggung jawab atas perbuatan kita dan belajar dari kesalahan. Bukankah Allah tak pernah menolak mengampuni saat kita bersalah? Mengapa kita tidak berani mengaku dengan jujur?

God Bless ^^

KARENA IMAN

Ayat : Yosua 6:2-5


Alkitab kerap menegaskan kepada pembacanya bahwa jalan-jalan Allah "sungguh tak terselami" (Roma 11:33) oleh pikiran manusia. Kisah kejatuhan Yerikho (Yosua 6:2-5) adalah satu contohnya. Mengapa Allah tidak langsung saja meruntuhkan tembok kota itu dengan kekuatan-Nya yang dahsyat? Mengapa harus disuruh-Nya orang Israel mengelilingi kota itu sampai tujuh hari? Apa sulitnya Allah meruntuhkan Yerikho setelah dikelilingi bangsa Israel dalam satu hari saja?

Sebagai jawabannya, Ibrani 11:30 menyatakan bahwa waktu tujuh hari itu bersangkut paut dengan iman orang Israel. Artinya, Allah memang berkuasa menumbangkan Yerikho secepat Dia mau, tetapi Dia memutuskan untuk memberi jangka waktu yang agak panjang untuk melatih iman umat-Nya. Jadi, setiap kali orang Israel berjalan keliling dalam tujuh hari itu, tembok-tembok Yerikho yang masih berdiri kokoh menantang iman mereka: Benarkah Allah akan merobohkannya? Syukurlah mereka bersabar dan tidak undur. Tembok-tembok tebal akhirnya runtuh dan penulis Ibrani di kemudian hari dapat bersaksi bahwa itu terjadi "karena iman".

Saat ini, barangkali Allah tengah membuat Anda melewati waktu yang panjang untuk mencapai sebuah sasaran. Anda yakin Allah ingin Anda mencapai hal itu, tetapi Anda bertanya-tanya mengapa Anda harus melalui waktu yang demikian panjang. Kuatkan hati dengan becermin pada pengalaman bangsa Israel di Yerikho. Allah ingin Anda bersabar, berketetapan hati, dan tidak undur. Bertekunlah, agar pada waktu-Nya, Anda berhasil mencapai sasaran itu "karena iman"

God Bless ^^

DIPANGGIL DAN DIUTUS



Jika Tuhan memanggil seseorang untuk melayani, dengan berbicara langsung dan memberi penglihatan, bagaimana kira-kira tanggapan orang itu? Mestinya, ia takkan ragu lagi mengorbankan hidupnya menjalani panggilan itu, meski penuh tantangan, bukan? Namun, lihatlah Musa. Secara ajaib Tuhan menampakkan diri di Gunung Horeb dan memanggil Musa untuk membebaskan Israel. Musa takut, gentar, dan terpesona ketika berhadapan dengan Tuhan (ayat 6). Namun, Musa menolak panggilan itu. Mengapa?

Pertama, Musa tidak yakin Israel masih mengenal Allahnya dan percaya Allah masih peduli. Kedua, Musa tak yakin Israel percaya ia berjumpa Allah yang mengutusnya. Ketiga, Musa tak yakin mampu memimpin Israel yang "tegar tengkuk". Perasaan tak mampu menghalanginya melihat kuasa Allah yang bisa bekerja melaluinya. Keempat, Musa tak ingin zona nyamannya kembali terusik demi membebaskan Israel yang tak tahu balas budi (lihat Keluaran 2:11-22). Namun, dengan sabar Tuhan meneguhkan panggilan-Nya; memberi kuasa kepada Musa untuk berkata-kata dan melakukan banyak mukjizat; bukti bahwa Tuhanlah yang mengutus dan menyertainya.

Apakah Anda sedang bergumul menjawab sebuah undangan pelayanan? Mungkin pelayanan itu menuntut pengorbanan waktu, tenaga, perasaan. Tak mendatangkan keuntungan materi, malah sebaliknya. Tak mendatangkan gengsi, sebab hanya memperhatikan mereka yang kecil dan terpinggirkan. Relakah Anda meresponsnya? Ingatlah bahwa Allah telah melayani Anda lebih dulu dengan memberikan Yesus Kristus mati di kayu salib menjadi tebusan bagi hidup Anda yang berdosa. Apakah balasan Anda kepada-Nya?

God Bless ^^

JATUH CINTA



Suatu hari saya bertanya kepada murid-murid saya yang masih remaja, apa yang mereka ketahui atau rasakan tentang jatuh cinta. Dengan malu-malu, mereka memberi beragam jawaban. Ada yang mengatakan itu adalah perasaan suka yang mendalam, sesuatu yang membuat hati senang sekaligus berharap cemas, kerinduan untuk selalu dekat dengan orang yang dicintai, munculnya usaha untuk mengetahui hal-hal yang disukai dan menyenangkan hatinya. Seorang murid bercerita sambil tersenyum tentang dampaknya: "... ia hanya menyapa saya tadi pagi, tetapi hati saya senang sekali hingga saya bersemangat sepanjang hari."

Pemazmur sedang jatuh cinta. Ia jatuh cinta pada hukum-hukum, peringatan-peringatan, janji-janji, kebenaran-kebenaran, dan perintah-perintah Tuhan. Ada perasaan suka yang mendalam dan kerinduan untuk mencari tahu apa yang Tuhan kehendaki. Pemazmur juga mengaku kerap mengalami kesesakan dan kesusahan, tetapi semuanya itu tidak mengalahkan kecintaannya pada firman Tuhan. Sebab, pengertiannya akan firman Tuhan itu membuatnya hidup.


Apakah kita juga seperti pemazmur saat membaca dan merenungkan firman Tuhan hari ini? Barangkali selama ini kita membaca Alkitab secara sambil lalu; merenungkan firman Tuhan dengan terburu-buru; menjalani waktu teduh apabila sempat; dan berdoa hanya apabila belum mengantuk. Mari mengarahkan diri kita untuk jatuh cinta sekali lagi pada firman Tuhan sehingga hati kita digetarkan oleh ketetapan, janji, dan perintah-Nya yang membuat kita hidup. Sapaan-Nya yang jelas dan lugas setiap hari akan membuat hidup kita lebih bermakna.

God Bless ^^

05 October 2011

TEGAS MENDIDIK



Dalam sebuah acara pertemuan orangtua, kami membahas satu pertanyaan sederhana tetapi penting: Bolehkah kita menghukum anak? Hasilnya, kami mendapati beberapa prinsip penting ini: Mendidik anak mesti tegas, tetapi tidak harus sampai menghukum. Apabila kita menegur, tujuannya bukan menghukum, tetapi mengoreksi kesalahan. Jangan pernah menghukum anak untuk kesalahan yang tidak ia sengaja, atau jika ia tidak tahu apa kesalahannya. Jangan pernah menghukum anak jika kita sedang marah dan tak bisa mengendalikan diri.

Setelah mengoreksi anak, segeralah memeluknya. Katakan bahwa kita mengasihinya, lalu berdoa bersamanya. Latih anak untuk meminta ampun kepada Tuhan atas kesalahan yang dilakukan.
Imam Eli mendapat hukuman yang berat karena sebagai orangtua, ia tidak mendidik anak-anaknya dengan tegas. Eli membiarkan anak-anaknya memandang rendah korban sembelihan umat kepada Tuhan: "Mengapa engkau Eli, lebih menghormati anak-anakmu daripada menghormati Aku, dan membiarkan mereka menggemukkan dirinya dengan bagian yang terbaik dari setiap persembahan bangsa-Ku kepada-Ku? (2:29). Apalagi, "Eli mengetahui dosa-dosa mereka itu, tetapi mereka tidak dimarahinya" (3:13). Hofni dan Pinehas pun tidak lagi dapat dikendalikan oleh sang ayah, yang adalah otoritas di atas mereka. Akibatnya, semua kena hukuman Tuhan baik Eli, juga anak-anaknya.

Tuhan memberi otoritas kepada orangtua untuk mendidik dengan ketegasan. Namun, tentu ketegasan yang berdasar kasih dan bertujuan. Yakni, untuk membesarkan anak yang bertanggung jawab atas hidupnya; kepada Tuhan dan sesama.

God Bless ^^

SUARA HATI



Arl Weisman mewawancarai 1.036 orang yang telah bercerai untuk meneliti penyebabnya. Ternyata 80% menyatakan bahwa sebelum menikah, sudah muncul keraguan dalam hati mereka untuk bisa bertahan hidup bersama pasangannya. Ada yang terasa mengganjal di hati. Namun, perasaan itu ditutupi rasa optimis bahwa sesudah menikah semuanya akan berubah. Atau, sudah telanjur memastikan tanggal pernikahan. Weisman, dalam bukunya, Serious Doubts (Keraguan Serius) berkata: "Jika Anda sangat ragu menikahi seseorang, jangan nekat! Dengarkan suara hati agar jangan salah jalan."

Hati adalah pusat kehidupan batin. Tempat diolahnya perasaan dan pikiran terdalam. Dari hati muncul penilaian jujur pada diri sendiri. Suara hati membisikkannya kepada kita, terutama jika ada yang tak beres. Kita bisa saja mengabaikannya dan lebih menuruti apa kata orang. Namun, hati akan merana (ayat 10, 13). Orang bijak tak akan bertindak berdasarkan apa kata orang (ayat 15). Ia akan berhati-hati melangkah; peka mendengar suara hati. Ia tak akan ceroboh mengambil jalan yang disangka lurus. Ia tidak akan menjalaninya sebelum yakin bahwa jalan itu benar-benar lurus.

Salah jalan memang bukan akhir. Tuhan bisa membuat keputusan-keputusan keliru yang kita buat menjadi sesuatu yang berakhir baik. Anda, dengan pertolongan Tuhan, bisa kembali menempuh jalan yang benar. Namun, prosesnya menghabiskan waktu dan tenaga. Menguras pikiran dan perasaan. Anda akan mengalami kesusahan yang tak perlu terjadi. Jadi, sebelum mengambil keputusan penting, datanglah kepada Tuhan. Mintalah kepekaan untuk mendengar pimpinan-Nya, bahkan lewat suara hati Anda.

God Bless ^^

WUJUD IMAN

Ayat : Kejadian 12:4-9 


Sebuah pepatah mengatakan, "life begins at forty" (hidup dimulai pada usia 40). Salah satu artinya ialah: sebelum umur 40, seseorang masih boleh bereksperimen; berganti-ganti karier dan profesi. Namun setelah umur 40, ia harus sudah mantap di satu tempat, menekuni kariernya. Sebab, jika di usia itu ia masih berpindah tempat tinggal dan berganti profesi, ia akan cenderung tak meraih apa-apa.

Namun, lihatlah keberanian Abram menjawab panggilan Tuhan. Yakni ketika Tuhan memintanya meninggalkan tanah kelahiran, sanak keluarga, dan hidup yang sudah mapan di Haran. Waktu itu Abram berusia 75 tahun. Sudah usia senja. Tapi inilah responsnya: "pergilah Abram seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya". Walau ia belum tahu negeri mana yang dijanjikan Tuhan! Bagaimana ia dapat bersikap demikian? Pertama, Abram sadar benar siapa Tuan atas hidupnya. Kedua, Abram sadar hidupnya milik Tuhan dan ia menghidupi kesadaran ini secara nyata. Ketiga, bila hidupnya milik Tuhan, Abram percaya bahwa masa depan dan hidup matinya ada di tangan Tuhan. Itu sebabnya Abram diberi gelar bapak orang beriman (Galatia 3:7). Iman bukan dogma indah dengan dukungan argumen filsafat yang sulit. Iman itu sederhana dan nyata, yaitu ketaatan melakukan kehendak dan panggilan Bapa.

Dalam hidup kita pribadi; benarkah Yesus menjadi Tuan atas hidup kita? Adakah kita menaati dan meyakini bahwa Dia sanggup menuntun dan memelihara? Beranilah melangkah untuk menjawab panggilan-Nya. Ambillah bagian dalam pelayanan-Nya. Arahkan hidup kepada tanah perjanjian di surga, dan jangan melekat pada harta duniawi. Mari beriman!

God Bless ^^

BUYUNG AIR RIBKA



Gadis cantik itu memberi minum seorang asing dari buyung airnya. Tidak berhenti di situ, ia juga memberi minum unta orang itu. Tampaknya tidak terlalu istimewa, ya? Tetapi, marilah kita berhitung. Untuk memuaskan seekor unta yang haus diperlukan air hampir empat buyung. Nah, unta orang itu bukan hanya seekor tetapi sepuluh! Jadi, berapa kali gadis itu harus bolak-balik menimba air? Ah, Anda tentu mulai melihat sesuatu yang istimewa di sini.

Anda tentu tahu, gadis cantik itu bernama Ribka. Tampaknya ia menerapkan hikmat yang dituliskan Pengkhotbah sekian abad kemudian. Apakah ia melakukannya karena membayangkan hendak dipersunting seorang pangeran tampan idaman? Apakah ia melakukannya hanya untuk pamer, hendak memikat hati orang asing itu, siapa tahu ia dapat memperoleh keuntungan dari kebaikannya? Jelas tidak. Ia sama sekali belum mengenal hamba Abraham itu. Justru kemungkinan besar Ribka sudah terbiasa melakukannya, memberi minum orang-orang asing lain. Ia melakukannya karena memang ia pekerja keras dan murah hati. Dan, pada petang yang tak terduga itu, sikap tersebut membuatnya terhisab dalam kisah penebusan agung yang tengah ditenun Tuhan.

Apa pun tugas yang ada di tangan kita, marilah kita menerapkan hikmat Salomo serta meneladani sikap Ribka. Mungkin hasilnya tidak sedramatis yang dialami oleh Ribka. Akan tetapi, sepanjang kita melakukannya dalam penyertaan Tuhan dan bagi kemuliaan-Nya, kita dapat mengambil bagian dalam kreativitas Sang Pencipta dan turut memelihara serta memperindah ciptaan-Nya.

God Bless ^^

WES MOORE

Ayat : Ulangan 30:15-20 


Pada Desember 2000, surat kabar Baltimore Sun memuat berita tentang Wes Moore, siswa teladan penerima beasiswa Rhodes. Uniknya, dalam koran yang sama, termuat pula berita lain tentang anak-anak muda yang menjadi buronan karena membunuh polisi. Dan, salah satu pemuda pembunuh itu juga bernama Wes Moore sama namanya, tetapi beda orangnya. Kini Wes Moore yang pertama terus berprestasi di masyarakat dan menjadi pemimpin bisnis yang berhasil. Tragisnya, Wes Moore yang kedua kini menjalani hukuman seumur hidup karena kejahatannya. Nama dua orang ini persis sama; mereka berasal dari kota yang sama, lingkungan yang sama kerasnya, dan sama-sama kehilangan ayah sejak kecil.

Dua kehidupan yang sangat mirip ketika muda, tetapi bisa sangat berbeda di masa depan. Ini karena keluarga Wes Moore yang pertama berusaha memilihkan "jalan kehidupan" baginya. Kakek-neneknya merelakan rumah mereka dijual agar Moore dapat disekolahkan di sekolah militer yang mengasah karakter dan kepribadiannya.

Tragedi dalam kehidupan bisa terjadi ketika orang mengabaikan hikmat dari Tuhan tentang bagaimana menjalani hidup. Ketika orang "berpaling dan tidak mau mendengar" Tuhan, bahkan "mau disesatkan" untuk mengikut jalan yang di luar kehendak Tuhan (ayat 17). Sebab di hidup ini ada dua pilihan besar yang harus diputuskan: kehidupan dan keberuntungan atau kematian dan kecelakaan (ayat 15). Orang yang memilih untuk mengasihi Tuhan dan hidup menurut jalan-Nya, sudah jelas masa depannya: "supaya engkau hidup, baik engkau maupun keturunanmu" (ayat 19). Mari memilih jalan kehidupan!

God Bless ^^

BENTENG IMAN

Ayat : Kejadian 39:8-10 


Sebuah kartun melukiskan dengan menarik adegan Yusuf sedang digoda oleh istri Potifar. Mereka hanya berdialog berdua di sebuah kamar. Di kamar itu tegak berdiri patung dewa sesembahan keluarga Potifar. Sambil melempar busananya ke arah patung itu sehingga menutupi "kepala" si dewa, istri Potifar berkata kepada Yusuf, "Marilah tidur dengan aku. Tak ada seorang pun di sini yang melihat kita, bahkan dewa pun tidak." Namun Yusuf menjawab, "Janganlah Nyonya berbuat begitu! Walau dewamu tidak melihat, tetapi Allahku hidup dan tetap melihat."

Pencobaan terberat bisa terjadi ketika seseorang sedang berada dalam situasi sepi, tersembunyi, tak ada orang yang melihat. Nafsu jahat akan merayu minta dipenuhi. Niat berbuat baik pun diserbu suara yang berkata, "Percuma, tak usah jadi pahlawan. Tak ada yang melihat dan mengganjarmu". Di saat seperti itu, yang tersisa hanya benteng iman.

Syukurlah, Yusuf memiliki benteng itu. Yakni kesadaran dan penghayatan bahwa Tuhan hidup, selalu hadir dan melihat segala sesuatu. Meski tak ada orang di situ selain Nyonya Potifar sendiri Yusuf tetap berkata, "Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?" (ayat 9b).

"Mata Tuhan melihat, apa yang kita perbuat, buat yang baik, buat yang jahat", begitu sebagian lirik nyanyian anak-anak di Sekolah Minggu. Sederhana, tetapi sampai kapan pun kebenarannya tidak berubah. Berlaku baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Jika kita tergoda untuk berbuat jahat atau terhalang untuk berbuat baik karena ada pikiran bahwa tak ada yang melihat mari segera kuatkan benteng iman kita.

God Bless ^^

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC