ShareThis

23 January 2013

Dosa menghujat Roh Kudus


Peristiwa pengusiran roh jahat dari seorang yang buta dan bisu melatari peringatan Yesus tentang dosa menghujat Roh Kudus. Jenis dosa ini, menurut Yesus, "tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datang pun tidak" (32).

Ucapan Yesus di atas harus dimengerti dengan mengacu pada konteks saat itu. Penyembuhan terhadap orang yang kerasukan itu telah menuai dua reaksi. Pertama, reaksi takjub dari orang banyak. Mereka menyatakan kemungkinan bahwa Yesus adalah Anak Daud, Mesias yang dinantikan (23). Sedangkan reaksi kedua datang dari orang-orang Farisi yang sangat marah karena gelar Anak Daud dikenakan pada Yesus, sehingga mereka dengan tajam menyerang Yesus, dengan tuduhan bahwa Yesus mengusir setan dengan pertolongan Beelzebul (24).

Yesus menjawab tuduhan tersebut dengan penjelasan yang sangat logis (5-6). Di lain pihak Yesus tahu bahwa orang Farisi juga mempraktikkan ritual pengusiran setan. Orang Farisi meyakini bahwa setan hanya dapat diusir dengan pertolongan Tuhan (27). Maka, sangat mengherankan jika orang Farisi tidak dapat membenarkan praktik pengusiran setan yang Yesus lakukan sebagai berasal dari Roh Tuhan.

Sikap menolak mengakui pekerjaan Roh Kudus inilah yang dimaksud dengan menghujat Roh Kudus. Artinya, walau mengenali karya Roh Kudus, tetapi menyangkal-Nya dengan menyatakan bahwa karya Roh Kudus sebagai pekerjaan Iblis. Seseorang yang menghina Yesus masih dapat diampuni karena mungkin ia belum mengenal siapa Yesus. Namun, menghujat Roh Kudus merupakan dosa yang tidak terampuni.

Orang Farisi berada dalam bahaya menghujat Roh Kudus jika tetap menganggap perbuatan Yesus sebagai pekerjaan Iblis. Bukan tidak mungkin kita dapat jatuh dalam dosa yang sama bila dalam diri kita masih terdapat kecenderungan seperti orang Farisi, yakni merasa paling saleh dan paling benar. Berhati-hatilah, karena sikap yang demikian hanya akan menghantar kita pada dosa yang tak terampuni.

God Bless

Mesias sejati


Usai perdebatan dengan orang Farisi, Yesus pergi menyingkir (15a). Yesus menghindari konfrontasi yang lebih terbuka dengan orang Farisi guna melanjutkan pelayanan-Nya kepada orang banyak yang mengikuti Dia. Namun, Ia melarang mereka untuk bercerita tentang diri-Nya, karena mereka salah mengerti tentang misi-Nya yang bukan hanya melakukan mukjizat.

Matius mengutip Yesaya 42:1-4 untuk menjelaskan misi Yesus. Nubuat Mesianis tentang sosok Hamba Tuhan digenapi dengan sempurna dalam diri Yesus. Pertama, Ia adalah Hamba yang terpilih dengan urapan Roh Kudus, tepat seperti penyataan Bapa dalam peristiwa pembaptisan-Nya (18; lih.Mat 3:16-17). Kedua, Yesus bekerja bukan untuk popularitas (19). Ketiga, di dalam pribadi-Nya, orang-orang yang lemah akan menemukan kekuatan, sebab Ia tidak akan membiarkan "buluh yang patah terkulai" atau "sumbu yang pudar nyalanya menjadi padam" (20). Keempat, Ia akan menjadi poros pengharapan bagi semua bangsa (21).

Gambaran Mesias ini berbeda jauh dengan yang diharapkan orang Israel pada saat itu. Sebab itu Yesus menyingkir guna menghindari harapan yang berlebihan terhadap diri-Nya. Di sinilah kesejatian sebuah pelayanan tergambar jelas; tidak ada upaya menonjolkan diri. Pengutusan datang dari Bapa, maka kehendak Bapalah yang terutama. Sekalipun memiliki kuasa yang mampu melakukan berbagai hal, Yesus memilih taat pada misi kemesiasan-Nya.

Kekuasaan cenderung korup adalah pemeo yang terbukti benar di dunia ini. Bukan hanya berlaku untuk pemimpin politik, tetapi juga pemimpin masyarakat bahkan pemimpin agama. Banyak fakta yang menunjukkan penyelewengan dari misi mula-mula sebuah kepemimpinan. Kita bersyukur memiliki Yesus yang setia pada misi-Nya. Bagaimana dengan kesetiaan kita mengikut dan melayani Dia? Apakah kita akan seperti orang banyak dalam cerita ini yang hanya menjadikan Dia sebagai pembuat mukjizat? Atau kita menyalahgunakan kepercayaan Yesus kepada kita untuk melayani-Nya dengan mengkorupsi kemuliaan dan berkat Tuhan?

God Bless

Mengisi sabat dengan kasih


Orang Farisi mempersoalkan murid-murid Yesus yang memetik bulir gandum pada hari Sabat. Para murid dituduh melanggar peraturan Sabat. Jawaban Yesus membongkar pemahaman keliru akan prinsip Sabat. Prinsip Sabat adalah aturan Sabat yang tertuang dalam Taurat Musa. Sedangkan peraturan Sabat di atas adalah buatan manusia. Peristiwa Daud memakan roti sajian yang diperuntukkan para imam (Im 24:9), dan tindakan imam yang bekerja justru pada hari Sabat merupakan contoh penerapan prinsip Sabat yang benar. Kalau untuk yang kedua orang Farisi tidak mempersalahkan, seharusnya demikian juga untuk yang pertama. Bagi Yesus keduanya sesuai prinsip Sabat yang dibuat untuk kepentingan manusia.

Pertentangan kedua terjadi di sinagoge. Yesus bertemu dengan seorang yang mati sebelah tangannya. Orang Farisi memakai kesempatan itu untuk mempersalahkan (= menuduh di muka pengadilan) Yesus (10). Mereka bertanya: "Bolehkah menyembuhkan orang pada hari Sabat?" Jawaban Yesus akan mereka pakai untuk mendakwa-Nya di hadapan Mahkamah Agama.

Yesus menjawab dengan sebuah contoh tentang domba yang jatuh di lobang pada hari Sabat (11). Manusia lebih berharga dari pada domba; jika domba saja boleh ditolong pada hari Sabat, apalagi manusia. Sayang, tindakan penyembuhan yang dilakukan Yesus itu tidak menggugah hati orang Farisi untuk memahami ajaran Yesus yang menekankan kasih. Mereka sudah membeku dalam aturan-aturan Sabat yang mereka buat sendiri. Mereka malah melanggar prinsip Sabat karena bermufakat untuk membunuh Yesus (14).

Sabat memang berarti "perhentian" bagi segala aktivitas pekerjaan. Tujuannya adalah agar manusia beristirahat dan menikmati belas kasih Allah. Maka, berbuat baik atau menolong sesama manusia pada hari Sabat bukan hanya benar melainkan baik! Sabat merupakan kasih karunia Tuhan, maka justru pada saat Sabat itulah belas kasih Tuhan harus dinyatakan kepada sesama, bukan malah menabur kedengkian seperti yang dilakukan orang Farisi.

God Bless

Panggilan untuk rendah hati


Hati-hati dengan gejala kesombongan dalam diri kita! Bacaan hari ini mengurai sikap Yesus terhadap kesombongan yang membuat orang menolak Dia.

Pertama, penduduk di Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum. Dalam Injil tidak ada catatan tentang terjadinya mukjizat di Khorazim. Khorazim dan Betsaida terletak sangat dekat dengan Kapernaum. Mungkin penduduk Khorazim telah menyaksikan mukjizat Yesus di Kapernaum. Namun, mereka tidak menerima Yesus (20-24). Mereka merasa sudah menjadi pengikut agama Yahudi, sehingga tidak lagi memerlukan pertobatan. Kapernaum merupakan tempat kediaman Yesus. Tampaknya, penduduk Kapernaum bangga jika Yesus yang termasyhur itu tinggal di kota mereka, tetapi apalah artinya kebanggaan itu jika mereka menolak ajaran-Nya?

Penolakan terhadap Yesus mendatangkan hukuman yang mengerikan. Penghukuman kota-kota Israel itu melebihi penghukuman Tirus, Sidon, dan Sodom yang penduduknya tidak mengenal Tuhan. Di PL, Tirus dan Sidon melambangkan kedurhakaan, sedangkan Sodom simbol kejahatan manusia. Penduduk kota-kota tersebut ternyata jauh lebih jahat karena walau telah menyaksikan karya Yesus, mereka menolak-Nya.

Kedua, kesombongan ahli-ahli Taurat yang disebut Yesus sebagai "orang bijak dan orang pandai" (25). Mereka merasa paling tahu tentang Allah melalui Taurat. Padahal, mereka buta terhadap penyataan utama Allah bahwa Yesus adalah Mesias (27). Kesombongan merupakan beban berat. Orang sombong bersembunyi di balik topeng untuk menutupi kekosongan mereka. Yesus mengundang mereka untuk menanggalkan topeng itu (28). Hanya dengan merendahkan diri, mereka akan mendapatkan kelegaan dari Yesus serta sanggup memikul kuk dari-Nya (29-30). Kuk dari Tuhan adalah pengenalan yang benar akan Tuhan untuk mereka saksikan kepada sesama.

Apa kesombongan Anda? Agama? Kesalehan? Amal? Keaktifan melayani? Semuanya menjadi beban yang melelahkan hati bukan? Letakkan semua pada kaki Yesus. Biarlah pengajaran-Nya yang mengisi hati dan hidup Anda!

God Bless

Rajakan Allah!

Ayat : Mazmur 93

Mazmur 93-99 kecuali 94 merupakan proklamasi bahwa Allah adalah Raja. Karena Allah adalah Raja maka respons umat seharusnya tunduk menyembah serta taat pada kehendak-Nya. Karena Dia Raja maka seharusnya "tidak ada allah lain" yang boleh bertakhta di hati dan kehidupan umat Allah.

Sebagai Raja, kemuliaan-Nya digambarkan dengan pakaian-Nya (1). Pemerintahan-Nya kekal dan berkuasa sehingga semua menjadi stabil, tidak bergoyang (2). Hal ini jelas kontras dengan pemerintahan di dunia ini, yang sehebat apa pun, termasuk adi kuasa, tetap mudah goyah bahkan hancur.

Karena keperkasaan Allah sebagai Raja, segala kuasa tidak dapat bertahan menghadapi-Nya (3-4). Sungai dan laut yang merupakan gambaran kuasa jahat yang mengacau dunia ini yang menggentarkan manusia, bahkan umat Tuhan tidak berdaya di hadapan Allah, Sang Raja. Kuasa jahat yang mengklaim penguasa dunia yang memperdayai manusia tidak memiliki kedaulatan apa pun atas dunia milik Allah.

Bukan hanya keperkasaan, tetapi yang membuat Allah Sang Raja layak disembah adalah karakter-Nya yang mulia. Karakter itu tertuang di dalam firman-Nya dan tercermin dari bait-Nya yang kudus sehingga umat tidak dapat sembarangan menghampiri Dia. Harus ada hati yang taat penuh dan tunduk sujud menyembah-Nya baru umat dapat mendekat kepada takhta Allah dan menikmati hadirat-Nya.

Gambaran PL akan kekudusan mengerikan karena bagaikan api yang menghanguskan. Di PB melalui Kristus, kita beroleh jalan masuk ke takhta-Nya tanpa khawatir hangus oleh kesucian-Nya. Bukan berarti kita bisa menghampiri Allah sembarangan. Kristus sudah mati untuk menguduskan kita, maka kita menghampiri Allah dengan menjaga kekudusan kita dan untuk mempersembahkan buah pelayanan yang menyenangkan-Nya.

God Bless

21 January 2013

Ketika keraguan datang


Sungguh pun mengaku orang beriman, dalam situasi tertentu kita bisa meragukan Tuhan. Itulah pengalaman Yohanes Pembaptis. Saat menjadi tahanan Raja Herodes, melalui muridnya ia menanyakan kemesiasan Yesus.

Pertanyaan Yohanes sangat wajar. Ada alasan yang mungkin membuatnya meragu pada Yesus, yaitu yang dikaitkan dengan perannya meneladani nabi Elia. Jika Elia diluputkan Tuhan dari tangan musuh-musuhnya, tidak demikian dengan Yohanes. Ia dibiarkan berada lama dalam penjara karena berani menegur Herodes Antipas (lih. 14:1-4). Sementara itu, Mesias sama sekali tidak berbuat sesuatu apa pun untuk membebaskannya dari penjara. Bisa jadi Yohanes kemudian mengira bahwa Yesus barangkali sama seperti dirinya, yakni hanya perintis jalan bagi Mesias dan bukan Mesias itu sendiri.

Namun Yohanes tidak mau berlama-lama berada dalam kebimbangan. Kecamuk ragu dalam benaknya melahirkan pertanyaan yang langsung ia tujukan kepada Yesus. Menjawab pertanyaan Yohanes Yesus tidak sekadar mengurai pekerjaan-pekerjaan-Nya sebagai penggenapan dari nubuat nabi Yesaya (5, bdk. Yes 29:18, 35:5-6, 6:11). Yesus menambahkan dua hal, yakni orang kusta menjadi tahir, dan orang mati dibangkitkan. Hal ini menyiratkan bahwa Yesus adalah sungguh Mesias.

Apakah Yesus marah dengan keraguan yang ditunjukkan oleh Yohanes? Tidak. Yesus justru memuji Yohanes sebagai seorang nabi yang memiliki prinsip yang teguh dan mempraktikkan gaya hidup sederhana, serta mengabdikan diri kepada tugas kenabiannya dengan setia (7-10). Sekalipun untuk menjalani itu semua ia dicerca sebagai orang yang kerasukan setan (18). Di mata Yesus, Yohanes Pembaptis memiliki keunggulan dari nabi-nabi lain, yakni ia adalah perintis jalan bagi Yesus, Mesias itu sendiri; kedatangan-Nya adalah penggenapan dari nubuat nabi Maleakhi (Mal 3:1).

Ketika iman Kristen kita dilanda keraguan, segera datang dalam doa kepada Tuhan serta membaca Alkitab guna mencari jawab atas segala keraguan kita. Sebab hanya di dalam Yesus ada kepastian.

God Bless

Paradoks mengikut Yesus


Injil adalah pedang yang bemata dua. Di satu sisi, pemberitaannya memberi dampak pertobatan dan hidup baru bagi yang merespons dengan positif. Di sisi lain penolakan terhadap Injil menghasilkan permusuhan dan kebinasaan. Perikop hari ini menyambung perikop sebelumnya tentang peringatan Yesus mengenai tantangan yang dihadapi dalam menunaikan tugas pemberitaan Injil.

Ketajaman berita Injil bagaikan pedang, mengoyak-ngoyak keluarga oleh karena tuntutannya. Tuntutan Injil adalah percaya Yesus dan menjadikan-Nya utama. Berarti ikatan keluarga, suami-istri, orangtua-anak, kakak-adik, dst. tidak boleh menghalangi ikatan keluarga kerajaan surga. Pemisahan, perpecahan dan permusuhan akan terjadi di tengah keluarga karena iman kepada Tuhan Yesus (34-36). Yesus dan bukan keluarga harus menjadi yang utama bagi para pengikut-Nya (37).

Perikop ini juga berbicara mengenai kesungguhan seseorang mengikut Yesus. Seorang pengikut Yesus juga harus siap memikul salib (38). Memikul salib artinya siap menyerahkan nyawa agar berita Injil digemakan di seluruh dunia. Kesiapan menyerahkan nyawa merupakan bukti bahwa nyawanya sudah menjadi milik Tuhan, bukan milik sendiri (39).

Pedang Injil tidak selalu mengoyak dan memisahkan keluarga. Banyak orang bahkan keluarga yang merespons Injil dengan keterbukaan (bnd. Kis 16:31-33). Duta Injil adalah utusan Yesus. Menerimanya sama dengan menerima Yesus. Memberikan dukungan sekecil apa pun (42) sama dengan mempersembahkannya kepada Yesus.

Seorang duta Injil adalah orang kepercayaan Tuhan. Hidupnya milik Yesus. Maka tuntutan Tuhan agar duta Injil memikul salib tidak berlebihan. Memprioritaskan Yesus dari semua ikatan lain di dunia ini memang tidak mudah. Namun, ingatlah bahwa kasih Kristus melampaui kekerasan kepala dan hati orang berdosa. Kalau Anda sedang bergumul dengan anggota keluarga yang belum mau percaya, berdoalah kepada Tuhan Yesus. Minta belas kasih-Nya agar seisi keluarga Anda diselamatkan.

God Bless

Risiko melayani


Menjadi duta Injil selalu berisiko. Arena penginjilan adalah tempat di mana ancaman nyawa taruhannya. Duta Injil kerap kali menghadapi "serigala", yaitu penguasa yang agresif kepada penginjil (16), penyesahan (17), menjadi terdakwa di pengadilan (18), penghianatan oleh keluarga sendiri sampai dibunuh, dibenci (21), diburu seperti hewan (16, 23). Sejarah gereja sejak awal sampai masa kini bahkan sampai kedatangan Kristus kedua kali menyaksikan hal ini.

Peringatan yang diberikan Tuhan Yesus ini bukan alasan untuk mundur dari panggilan kita. Kita dipanggil untuk tulus seperti merpati dan cerdik seperti ular. Cerdik seperti ular berarti waspada dan tidak lengah. Memang kita tidak dipanggil untuk memakai kekuatan fisik ataupun senjata militer untuk menghadapi penolakan dan serangan dari penguasa-penguasa dunia. Kita dipanggil untuk memakai senjata Ilahi, yaitu tuntunan Roh Kudus (19-20). Raja kerajaan surga akan memberikan kata-kata hikmat untuk menjawab serangan atau tuduhan. Kita yakin bahwa anak-anak-Nya yang sedang melayani ada dalam penyertaan-Nya yang sempurna (29-30). Burung pipit yang tidak berharga saja dijaga-Nya, apalagi duta Injil yang bertaruh nyawa pasti dipelihara-Nya. Oleh karena itu, demikianlah pesan Yesus: "jangan takut" (26, 28). Duta Injil hanya boleh gentar kepada DIA yang berkuasa atas setiap nafas hidup manusia (28).

Tulus seperti merpati berarti dalam memberitakan Injil, kita tidak boleh bertujuan yang salah apalagi mengkompromikan isi beritanya. Dengan berani kita mengakui Yesus adalah Raja kerajaan surga di hadapan semua manusia (32). Maka Yesus pun akan mengakui kita di hadapan Allah Bapa.

Tidak ada jaminan bahwa di Indonesia yang menegaskan keterbukaan kepada semua agama, kita bebas untuk menyaksikan iman kita. Penganiayaan dalam berbagai bentuk sudah, sedang dan akan dialami anak-anak Tuhan. Mari kita "cerdik seperti ular", yaitu mengandalkan Roh Kudus, bukan hikmat dan kuasa sendiri. Mari "tulus seperti merpati", tetap setia dengan berita Injil yang benar dan utuh.

God Bless

Duta Yesus


Yesus memanggil para murid-Nya bukan berdasarkan standar umum seperti memiliki gelar, prestise, jabatan, atau profesi tertentu. Ia memilih berdasarkan kehendak-Nya semata. Sebagian besar murid sebelum dipanggil sudah memiliki kehidupan yang mapan. Ada juragan ikan, bendahara, pekerja bea cukai dll. Namun ketika Yesus memanggil mereka "Ikutlah Aku", segera mereka meninggalkan pekerjaan dan keluarga dan menyertai pelayanan Yesus. Mereka ditetapkan menjadi duta Injil, untuk menyampaikan keselamatan kepada dunia (5).

Yesus membekali mereka dengan otoritas (1) untuk mengusir setan dan melenyapkan segala penyakit. Ia menentukan cara pelayanan mereka, yaitu pelayanan bersama dengan orang lain, bekerja bersama-sama, dan bersama-sama bekerja. Duta tidak sembarang pergi ke mana ia mau. Sasaran yang dituju sudah ditentukan oleh Sang Pengutus (6). Perintah kerja juga dirincikan detail yaitu menyatakan kuasa kerajaan surga secara nyata (7-8). Duta melakukan pekerjaan ke segala tempat bukan dalam rangka wisata, tetapi menggenapi tuntutan tugas mulia dari Yesus yaitu menyampaikan Injil Kerajaan Sorga (7). Model pelayanan mereka persis seperti model kerja Yesus.

Selain perintah, Yesus juga memberi larangan, yaitu agar tidak merepotkan diri dengan perbekalan (9-10). Yesus, Sang Pengutuslah yang memelihara hidup mereka (10b). Yesus bisa memakai si penerima Injil untuk memelihara hidup si duta Injil (11-13). Pemberitaan Injil tidak boleh terbengkalai karena kebutuhan ekonomi.

Alangkah indahnya bila setiap berita Injil yang disampaikan duta diterima oleh semua orang. Namun Yesus sudah mengingatkan bahwa akan ada yang menolak Injil (13, 14, menolak salam). Yang menolak akan menerima penghakiman yang lebih berat daripada penghukuman Sodom dan Gomora (Kej 19).

Menjadi duta Injil bukan pilihan juga bukan berdasarkan kerelaan sebagai relawan. Menjadi duta Injil adalah panggilan mulia, tugas setiap orang yang sudah mengalami kuasa dari Raja kerajaan surga.

God Bless

Mengalami karya Yesus


Banyak orang Kristen memahami keselamatan terbatas hanya pada ‘kalau mati masuk surga’. Padahal, karya keselamatan Kristus bukan hanya untuk keselamatan pada kehidupan yang akan datang, tetapi juga untuk kehidupan masa kini. Keselamatan sudah dapat dinikmati pada masa sekarang. Kuasa kerajaan surga itulah yang sedang dialami oleh mereka yang berjumpa dengan Yesus dalam perikop kali ini.

Dalam perikop ini dipaparkan tentang penyakit yang tak bisa lagi ditangani oleh dokter bahkan yang berujung pada kematian. Namun, belas kasih Yesus (36) dan kuasa-Nya (35) dicurahkan untuk membangkitkan seorang anak yang sudah mati (25), membebaskan seorang wanita dari pendarahan dua belas tahun (22), mencelikkan mata dua orang buta (30), serta melepaskan seorang bisu dari kerasukan setan (32).

Dari karya penyelamatan yang dilakukan Yesus, kita menemukan respons-respons berbeda. Kepala rumah ibadat itu percaya bahwa tangan Yesus berkuasa menghidupkan anak perempuannya yang baru meninggal (18). Wanita yang pendarahan itu percaya bahwa cukup menjamah jubah-Nya ia akan sembuh (21). Dua orang buta itu, sekalipun tidak melihat, tetapi imannya dapat menembus keterbatasannya mengakui bahwa Yesus adalah Mesias (Anak Daud) yang dijanjikan para nabi (28). Sahabat atau keluarga orang yang bisu itu percaya bahwa Yesus sanggup menyembuhkannya (32). Orang banyak yang menyaksikan kuasa Yesus, memahsyurkan nama-Nya ke seluruh wilayah (26, 31, 33). Justru, orang Farisi yang adalah pemuka agama merespons negatif dengan tuduhan Yesus memakai kuasa Iblis untuk mengusir roh jahat (34). Bagaimana respons kita?

Landasan karya Yesus, sang Raja kerajaan surga adalah belas kasih terhadap mereka yang "lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala" (36). Maka, Ia mengundang kita semua yang sudah mengalami belas kasih dan kuasa-Nya untuk berbagian dalam memberitakan karya-Nya dan menjadi saluran berkat kuasa-Nya kepada sesama kita. Maukah kita menjadi pekerja-pekerja untuk tuaian milik Allah?

God Bless

Menyambut kuasa kerajaan sorga


Perjalanan Yesus bukan tanpa perencanaan. Ia memiliki misi untuk menyatakan kuasa kerajaan surga kepada manusia. Ia memilih Kapernaum (Mrk 2:1) untuk menyatakan otoritas dan kuasa-Nya mengampuni dosa. Melalui interaksi-Nya dengan berbagai kelompok di kota tersebut, Ia sedang menyatakan siapa diri-Nya. Kepada keluarga atau teman si lumpuh, Ia menghargai iman mereka (2a). Kepada si lumpuh, Ia mengampuni dosanya serta menyembuhkan kelumpuhannya (2b). Kepada ahli-ahli Taurat yang ada di situ, Yesus membuktikan diri-Nya adalah Anak Allah, yang tahu pikiran manusia yang tersembunyi (4) dan berhak mengampuni dosa (6). Pikiran ahli Taurat itu tidak sama sekali salah. Memang, hanya Allah yang memiliki hak untuk mengampuni dosa. Kepada orang banyak yang menyaksikan karya-Nya Ia membukakan pikiran dan hati mereka sehingga mereka memuliakan Allah (8).

Yesus juga menyatakan kasih yang tidak memandang bulu. Ia mengubah pandangan teologis yang mengajarkan bahwa yang akan diselamatkan adalah yang melakukan Taurat. Keselamatan merupakan anugerah. Orang berdosa, seperti Matius si pemungut cukai (9-13), yang dibenci karena dianggap pengkhianat bangsa, merupakan sasaran anugerah Allah. Dalam anugerah-Nya, Matius dipilih menjadi murid.

Yesus menegaskan makna berpuasa sebagai bukan sekadar kebiasaan agama yang dijalankan secara kaku. Orang Yahudi menjalankan puasa sebagai "pameran rohani" untuk pujian diri sendiri. Yesus menegaskan ada waktunya berpuasa, yaitu prihatin rohani karena dosa. Namun, saat Raja kerajaan surga hadir, seharusnya ada sukacita. Ilustrasi tambalan pada baju dan anggur pada kirbat menegaskan bahwa iman sejati adalah relasi yang benar dengan Tuhan. Relasi yang benar melahirkan sukacita, relasi yang salah mendatangkan dukacita.

Yesus menghadirkan kerajaan surga melalui pengampunan dan pemulihan orang berdosa. Respons sepadan dari setiap anggota kerajaan surga, yaitu bersukacita bersama Raja karena jiwa-jiwa yang dimenangkan.

God Bless

Bersyukur

Ayat : Mazmur 92

Kalau Mazmur 91 adalah pernyataan iman bahwa Tuhan dapat diandalkan dalam setiap masalah kehidupan, maka Mazmur 92 mengajak kita untuk tidak merespons dengan yang lain kecuali "Bersyukur"!

Bersyukur adalah respons yang tepat untuk kebaikan dan kasih setia Tuhan dalam hidup umat-Nya. Bebal dan bodohlah orang yang menolak memercayai Tuhan, apalagi sudah mengalami kebaikan dan kesetiaan-Nya (7). Pantaslah orang sedemikian disebut fasik dan dimusnahkan (8-9). Itu yang akan terjadi pada para musuh Tuhan (10). Orang yang merespons kebaikan Tuhan dengan benar akan diperkenan-Nya dan tidak terusik dengan keberadaan orang fasik (10-11).

Pemazmur memakai ilustrasi menarik untuk menggambarkan pemeliharaan Tuhan atas orang benar (13-15). Orang benar akan seperti pohon korma. Pohon korma yang tumbuh tinggi dan lurus mencapai 10-20 meter ini mengambarkan integritas. Hampir setiap bagian pohon tersebut (buah, daun, dan batang) memiliki manfaat bagi manusia. Ini anak Tuhan yang berguna dan produktif. Pohon ini ternyata memiliki kekuatan bertahan terhadap tiupan angin keras. Ini ketangguhan terhadap serangan badai kehidupan. Ilustrasi kedua adalah pohon aras Libanon. Pohon yang kuat dan besar serta tinggi ini (kira-kira 30 meter) melambangkan ketangguhan umat Tuhan. Kedua pohon ini subur dan menampilkan kualitasnya karena tumbuh di pelataran rumah Tuhan. Inilah umat Tuhan yang hidup bersumberkan Tuhan. Umat Tuhan yang hidup berbuah dan segar, akan menjadi kesaksian bahwa Tuhan dapat diandalkan dan menjadi tempat perlindungan yang teguh (16).

Hanya orang bodoh yang setelah melihat kebaikan Tuhan, terus mengabaikannya. Kita disebut orang benar karena merespons kebaikan Tuhan dengan menyaksikan perbuatan-Nya kepada sesama dan menyalurkan berkat-Nya kepada mereka dengan melimpah.

God Bless

Popular Posts

 
Hope and Love Jesus Christ | HLJCC